Selasa, 12 Mei 2015

Strategi Jepang Dalam Upaya Memajukan Perekonomiannya


Mata Kuliah    : Politik dan Pemerintahan Jepang
Tanggal           : 6 Mei 2015
Kelas              : HI B
Notulen           : Mardiana (1302045086)

Materi yang dibahas pada pertemuan  ini adalah tentang Perekonomian Jepang. Dimana muncul dua perspektif , yaitu:
  1. Jepang mengembangkan ekonomi dengan tujuan memperkuat militernya, dan
  2. Jepang mengembangkan militer untuk tujuan memperkuat ekonominya. 
  3.  

     
Dari kedua perspektif ini, beberapa mahasiswa pun memberikan pendapatnya, sebagian ada yang setuju dengan perspektif pertama namun tidak sedikit pula yang sepakat dengan perspektif kedua. Yang setuju dengan persepektif pertama yaitu:

Saudara Bayu Purnomo, yang berpendapat bahwa Jepang mengejar ekonomi terlebih dahulu  karena dalam konstitusi 1947 pasal 9 disebutkan bahwa Jepang dilarang untuk menyerang negara lain. Maka dari itu Jepang mengejar ekonominya.

Kemudian saudara Dani, yang berpendapat bahwa Jepang memang dapat  mengembangkan militernya, namun ekonomi adalah hal yang lebih utama.

Saudara Muhammad Arif  juga berpendat bahwa kehancuran Jepang pasca Perang Dunia II membuat Jepang harus mengubah citra sebelumnya yang ekspansif, yaitu melalui cara-cara soft diplomatic yang  melibatkan  masyarakat luas.

Dan Saudara Ary Dwi Prasetyo, setuju dengan pendapat saudara Bayu, yaitu bahwa Restorasi Meiji-lah yang membangun model-model ekonomi Jepang. Karena itulah hal utama yang dikejar Jepang adalah masalah yang berkaitan dengan keuntungan atau laba, sesuai dengan teori ekonomi.

Dari beberapa mahasiswa yang mendukung atau setuju pada perspektif pertama, ada pula yang kontra dan mendukung persepktif kedua, diantaranya:
Saudara Wagis Alfianto, yang melihat dari isu Shinzo Abe yang ingin merubah kembali Jepang menjadi negara yang ekspansionis. Dilihat dari hal ini, maka Jepang akan mengembangkan militernya untuk kepentingan ekonomi.

Saudara Ansor Budiman pun setuju pada perspektif kedua, melihat dari ideologi  Hakko-Ichi-U  yang dianut Jepang. Selama ini Jepang hanya ditekan oleh Amerika Serikat, namun keinginan untuk menjadi negara yang ekspansionis masih tetap ada.

Saudara Bell Heden Prasetyo menyatakan sepakat dengan saudara Ansor, karena melihat dari sudut  ideologi yang dianut Jepang.

Saudara Firdaus  setuju dengan pendapat saudara Wagis, yaitu Jepang sebenarnya memiliki naluri untuk menguasai dunia. Terbukti dari Perdana Menteri Jepang saat akan bertemu dengan Presiden Cin, tapi  justru mengunjungi makam tentara Jepang yang dianggap pahlawan oleh Jepang. Hal ini membuat Presiden Cina merasa marah atas tindakan Perdana Menteri Jepang karena menghormati tentara yang telah  menjajah Cina.

Saudari Wiwin juga sepakat dengan saudara Wagis, karena kemenangan Amerika Serikat dan Sekutu atas  Jepang membuat Jepang harus mengikuti aturan yang diberikan  Amerika Serikat. Jepang melakukannya hanya untuk melindungi perekonomian mereka yang hancur akibat kekalahan tersebut. Padahal Jepang sebenarnya ingin kembali mengembangkan militernya.
Saudari Dewi Murni menyatakan bahwa Jepang sangat ingin mengamandemen pasal 9 Konstitusi 1947 guna melindungi diri dari ancaman dunia luar. Tetapi masih belum disetujui oleh Amerika Serikat.

Saudari Maria sependapat dengan saudara Wagis, sebenarnya jiwa-jiwa ekspansionis Jepang masih ada, namun pasal 9 Konstitusi 1947 tidak mendukung  berkembangnya militer Jepang.

Sebenarnya kedua perspektif ini berkembang secara bersamaan. Dari restorasi Meiji , Jepang memang mementingkan ekonomi. Ketika kalah perang, Amerika Serikat menganggap Jepang adalah negara dengan keinginan menguasai yang besar sehingga dengan dibuatnya pasal 9 Konstitusi 1947 , Amerika Serikat ingin menekan keagresifan Jepang. Karena itulah pasca perang Jepang memprioritaskan ekonomiya. Periode 1945 hingga awal 1970-an, Jepang berkonsentrasi untuk pengembangan ekonomi, pada saat ini kebijakan luar negeri Jepang  bersifat pasif. Pada tahun 1973, terjadi “ Oil Shock” yang menimbulkan krisis bagi Amerika Serikat dan membuat Jepang mulai melirik kawasan Asia yang lain. Karena Jepang menyadari tergantung pada satu kawsan saja sangat beresiko.

Saudara Ansor menerangkan bahwa Oil Shock adalah embargo minyak yang dilakukan oleh negara-negara Arab akibat perang dengan Israel, dan Amerika Serikat sebagai negara industri berat dan pendukung Israel ikut merasakan dampaknya.
Muhammad Arif mengatakan Jepang menggunakan cara ekonomi untuk mendekati kawasan Asia yang lain.

 Secara kedekatan geografis dan kekayaan SDA, Asia Tenggara adalah kawasan yang ideal untuk didekati Jepang. Namun karena Jepang pernah menjajah wilayah ini, maka cara yang digunakan adalah diplomasi ekonomi demi memperhalus citra Jepang . Maka meningkatlah perekonomian Jepang hingga sejajar dengan negara-negara maju di barat. Namun Jepang sebenarnya mengalami komplikasi.

Saudara Bayu Purnomo menjawab komplikasi ekonomi yang dimaksud adalah Bubble Economy.
Bubble Economy ini, banyak muncul golongan konglomerat muda karena sangat mudahnya meminjam uang di bank. Namun inilah yang akan menjadi penyebab kebangkrutan Jepang. Jepang juga menerapkan sistem ekonomi merkantilisme, dan muncul teori Flying Geese dimana Jepang menempatkan dirinya sebagai leader atau pemimpin sedangkan negara-negara Asia yang lain harus mengikuti cara Jepang jika ingin maju. Hal ini dikritik oleh Amerika Serikat yang menyarankan Jepang untuk menggunakan sistem pasar bebas, karena sistem merkantilisme yang digunakan Jepang dianggap tidak affair bagi Amerika Serikat. Jepang melakukan ekspor namun menutup diri dari impor, terutama dari Amerika Serikat.
Pada tahun 1990-an Jepang mengalami kebangkrutan besar karena pembangunan ekonomi mereka berasal dari pinjaman bank. Amerika Serikat dan Sekutu menganggap hal ini adalah kesalahan sistem merkantilisme Jepang,. Namun Jepang menganggap intervensi Amerika-lah sebabnya.

Saudara Ary bertanya apakah  ada perbedaan antara model-model ekonomi Jepang seperti Flying Geese dengan model ekonomi di Uni Eropa.

Dijelaskan bahwa  konsep pembangungan Flying Geese berasal dari Jepang. Intinya, jika ingin menjadi negara dengan perekonomian dan pembangunan yang maju, maka ikutilah sistem seperti di Jepang. Namun karena akhirnyasistem ini  runtuh , maka negara-negara yang mengikuti terutama Asia Tenggara, mengalami hal yang sama karena leader-nya yaitu Jepang mengalami kebangkrutan.  Selain itu, juga karena negara-negara yang menerapkannya merupakan negara yang baru merdeka, dimana perekonomiannya masih belum stabil.

Sedangkan negara-negara Eropa sudah lebih berpengalaman dan memiliki perekonomian yang stabil. Jika berbicara konteks sekarang, model Flying Geese sudah tidak relevan lagi karena  Jepang sudah bukan Leader-nya lagi.

Saudara Ary menambahkan memang kapitalisme di Eropa sudah lebih dulu muncul sebelum Jepang, karena itulah perekonomiannya lebih stabil.

Kesimpulan yang bisa diambil adalah:
1.      Jepang memiliki perekonomian yang naik turun (dinamis)
2.      Bubble Economy menjadi awal meningkatnya perekonomian Jepang, meskipun sebenarnya bukan pondasi ekonomi yang kuat
3.      saat Bubble Economy meletus ( Jepang mengalami kebangkrutan), yang paling dirugikan adalah kaum konglomerat muda.
4.      Faktor bencana alam juga ikut mempengaruhi perekonomian Jepang,  mempengaruhi kebijakan luar negeri Jepang menjadi pasif, karena Jepang harus fokus memperbaiki kerusakan infrastruktur dalam negeri terlebih dahulu.
5.      Perekonomian Jepang juga dipengaruhi oleh karakteristik budayanya dalam perekonomian dan politik. Contohnya sistem senioritas, dimana penghormatan pada kaum senior masih sangat tinggi meskipun harusnya kaum muda harus mengisi posisi mereka.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar