Mata Kuliah : Politik dan Pemerintahan Jepang
Kelas :
HI B
Notulen :
Mardiana (1302045086)
Materi yang dibahas pada pertemuan ini adalah tentang Perekonomian Jepang.
Dimana muncul dua perspektif , yaitu:
- Jepang mengembangkan ekonomi dengan tujuan memperkuat militernya, dan
- Jepang mengembangkan militer untuk tujuan memperkuat ekonominya.
Dari kedua perspektif ini, beberapa
mahasiswa pun memberikan pendapatnya, sebagian ada yang setuju dengan
perspektif pertama namun tidak sedikit pula yang sepakat dengan perspektif
kedua. Yang setuju dengan persepektif pertama yaitu:
Saudara Bayu Purnomo, yang berpendapat bahwa Jepang
mengejar ekonomi terlebih dahulu karena
dalam konstitusi 1947 pasal 9 disebutkan bahwa Jepang dilarang untuk menyerang
negara lain. Maka dari itu Jepang mengejar ekonominya.
Kemudian saudara Dani, yang berpendapat bahwa Jepang
memang dapat mengembangkan militernya,
namun ekonomi adalah hal yang lebih utama.
Saudara Muhammad Arif juga berpendat bahwa kehancuran Jepang pasca
Perang Dunia II membuat Jepang harus mengubah citra sebelumnya yang ekspansif,
yaitu melalui cara-cara soft diplomatic yang
melibatkan masyarakat luas.
Dan Saudara Ary Dwi Prasetyo, setuju dengan
pendapat saudara Bayu, yaitu bahwa Restorasi Meiji-lah yang membangun
model-model ekonomi Jepang. Karena itulah hal utama yang dikejar Jepang adalah
masalah yang berkaitan dengan keuntungan atau laba, sesuai dengan teori
ekonomi.
Dari beberapa mahasiswa yang mendukung
atau setuju pada perspektif pertama, ada pula yang kontra dan mendukung
persepktif kedua, diantaranya:
Saudara Wagis Alfianto, yang melihat dari isu Shinzo
Abe yang ingin merubah kembali Jepang menjadi negara yang ekspansionis. Dilihat
dari hal ini, maka Jepang akan mengembangkan militernya untuk kepentingan
ekonomi.
Saudara Ansor Budiman pun setuju pada perspektif
kedua, melihat dari ideologi
Hakko-Ichi-U yang dianut Jepang.
Selama ini Jepang hanya ditekan oleh Amerika Serikat, namun keinginan untuk
menjadi negara yang ekspansionis masih tetap ada.
Saudara
Bell Heden Prasetyo menyatakan sepakat dengan saudara Ansor, karena melihat
dari sudut ideologi yang dianut Jepang.
Saudara Firdaus
setuju dengan pendapat saudara Wagis, yaitu Jepang sebenarnya memiliki
naluri untuk menguasai dunia. Terbukti dari Perdana Menteri Jepang saat akan
bertemu dengan Presiden Cin, tapi justru
mengunjungi makam tentara Jepang yang dianggap pahlawan oleh Jepang. Hal ini
membuat Presiden Cina merasa marah atas tindakan Perdana Menteri Jepang karena
menghormati tentara yang telah menjajah
Cina.
Saudari Wiwin juga sepakat dengan saudara Wagis,
karena kemenangan Amerika Serikat dan Sekutu atas Jepang membuat Jepang harus mengikuti aturan
yang diberikan Amerika Serikat. Jepang
melakukannya hanya untuk melindungi perekonomian mereka yang hancur akibat
kekalahan tersebut. Padahal Jepang sebenarnya ingin kembali mengembangkan
militernya.
Saudari Dewi Murni menyatakan bahwa Jepang sangat
ingin mengamandemen pasal 9 Konstitusi 1947 guna melindungi diri dari ancaman
dunia luar. Tetapi masih belum disetujui oleh Amerika Serikat.
Saudari Maria sependapat dengan saudara Wagis, sebenarnya
jiwa-jiwa ekspansionis Jepang masih ada, namun pasal 9 Konstitusi 1947 tidak
mendukung berkembangnya militer Jepang.
Sebenarnya kedua
perspektif ini berkembang secara bersamaan. Dari restorasi Meiji , Jepang
memang mementingkan ekonomi. Ketika kalah perang, Amerika Serikat menganggap
Jepang adalah negara dengan keinginan menguasai yang besar sehingga dengan
dibuatnya pasal 9 Konstitusi 1947 , Amerika Serikat ingin menekan keagresifan
Jepang. Karena itulah pasca perang Jepang memprioritaskan ekonomiya. Periode
1945 hingga awal 1970-an, Jepang berkonsentrasi untuk pengembangan ekonomi,
pada saat ini kebijakan luar negeri Jepang
bersifat pasif. Pada tahun 1973, terjadi “ Oil Shock” yang menimbulkan
krisis bagi Amerika Serikat dan membuat Jepang mulai melirik kawasan Asia yang
lain. Karena Jepang menyadari tergantung pada satu kawsan saja sangat beresiko.
Saudara Ansor menerangkan bahwa Oil Shock adalah
embargo minyak yang dilakukan oleh negara-negara Arab akibat perang dengan
Israel, dan Amerika Serikat sebagai negara industri berat dan pendukung Israel
ikut merasakan dampaknya.
Muhammad Arif mengatakan Jepang menggunakan cara
ekonomi untuk mendekati kawasan Asia yang lain.
Secara kedekatan geografis dan kekayaan SDA,
Asia Tenggara adalah kawasan yang ideal untuk didekati Jepang. Namun karena
Jepang pernah menjajah wilayah ini, maka cara yang digunakan adalah diplomasi
ekonomi demi memperhalus citra Jepang . Maka meningkatlah perekonomian Jepang
hingga sejajar dengan negara-negara maju di barat. Namun Jepang sebenarnya
mengalami komplikasi.
Saudara Bayu Purnomo menjawab komplikasi ekonomi
yang dimaksud adalah Bubble Economy.
Bubble Economy ini,
banyak muncul golongan konglomerat muda karena sangat mudahnya meminjam uang di
bank. Namun inilah yang akan menjadi penyebab kebangkrutan Jepang. Jepang juga
menerapkan sistem ekonomi merkantilisme, dan muncul teori Flying Geese dimana
Jepang menempatkan dirinya sebagai leader atau pemimpin sedangkan negara-negara
Asia yang lain harus mengikuti cara Jepang jika ingin maju. Hal ini dikritik
oleh Amerika Serikat yang menyarankan Jepang untuk menggunakan sistem pasar
bebas, karena sistem merkantilisme yang digunakan Jepang dianggap tidak affair
bagi Amerika Serikat. Jepang melakukan ekspor namun menutup diri dari impor,
terutama dari Amerika Serikat.
Pada tahun 1990-an
Jepang mengalami kebangkrutan besar karena pembangunan ekonomi mereka berasal
dari pinjaman bank. Amerika Serikat dan Sekutu menganggap hal ini adalah
kesalahan sistem merkantilisme Jepang,. Namun Jepang menganggap intervensi
Amerika-lah sebabnya.
Saudara Ary bertanya apakah ada perbedaan antara model-model ekonomi
Jepang seperti Flying Geese dengan model ekonomi di Uni Eropa.
Dijelaskan bahwa konsep pembangungan Flying Geese berasal dari
Jepang. Intinya, jika ingin menjadi negara dengan perekonomian dan pembangunan
yang maju, maka ikutilah sistem seperti di Jepang. Namun karena akhirnyasistem
ini runtuh , maka negara-negara yang
mengikuti terutama Asia Tenggara, mengalami hal yang sama karena leader-nya yaitu Jepang mengalami
kebangkrutan. Selain itu, juga karena
negara-negara yang menerapkannya merupakan negara yang baru merdeka, dimana
perekonomiannya masih belum stabil.
Sedangkan negara-negara
Eropa sudah lebih berpengalaman dan memiliki perekonomian yang stabil. Jika
berbicara konteks sekarang, model Flying Geese sudah tidak relevan lagi
karena Jepang sudah bukan Leader-nya lagi.
Saudara Ary menambahkan memang kapitalisme di Eropa
sudah lebih dulu muncul sebelum Jepang, karena itulah perekonomiannya lebih
stabil.
Kesimpulan yang bisa
diambil adalah:
1. Jepang
memiliki perekonomian yang naik turun (dinamis)
2. Bubble
Economy menjadi awal meningkatnya perekonomian Jepang, meskipun sebenarnya
bukan pondasi ekonomi yang kuat
3. saat
Bubble Economy meletus ( Jepang mengalami kebangkrutan), yang paling dirugikan
adalah kaum konglomerat muda.
4. Faktor
bencana alam juga ikut mempengaruhi perekonomian Jepang, mempengaruhi kebijakan luar negeri Jepang
menjadi pasif, karena Jepang harus fokus memperbaiki kerusakan infrastruktur
dalam negeri terlebih dahulu.
5. Perekonomian
Jepang juga dipengaruhi oleh karakteristik budayanya dalam perekonomian dan politik.
Contohnya sistem senioritas, dimana penghormatan pada kaum senior masih sangat
tinggi meskipun harusnya kaum muda harus mengisi posisi mereka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar