Kamis, 07 Januari 2016

M. Afriza Nadil - 1302045079 - ASEAN Way



Nama              : M. Afriza Nadil
NIM                : 1302045079
Mata Kuliah  : Asia Tenggara





Organisasi ASEAN (Association of South East Asian Nations) mulai didirikan pada tanggal 8 Agustus 1967 oleh Malaysia, Filipina, Indonesia, Thailand, serta Singapura di Bangkok melalui deklarasi Bangkok. Menteri luar negeri penanda tangan Deklarasi Bangkok kala itu ialah Adam Malik (Indonesia), Narsisco Ramos (Filipina), Tun Abdul Razak (Malaysia), S. Rajaratnam (Singapura), dan Thanat Khoman(Thailand). Isi Deklarasi Bangkok adalah sebagai berikut: 




Sebelum sejarah berdiri organisasi ASEAN tertulis, sudah ada organisasi yang menaungi negara-negara Asia Tenggara dengan nama Association of Southeast Asia (ASA) yang dibentuk oleh Filipina, Thailand, serta Malaysia, pada tahun 1961. Meski begitu, baru pada tanggal 8 Agustus 1967 lah organisasi ini di inagurasi saat menteri luar negeri dari lima negara yang terdiri dari Indonesia, Filipina, Malaysia, Thailand, serta Singapura bertemu di gedung urusan luar negeri Thailand di Bangkok dan menandatangani deklarasi ASEAN.

ASEAN WAY adalah konsep yang di ciptakan oleh negara-negara di ASEAN untuk menanggapi, menengahi dan menanggulangi berbagai permasalahan yang muncul di dalam regional ASEAN.
Ada 5 prinsip dalam ASEAN WAY, yaitu terdiri dari:

-          Pengambilan keputusan dengan konsensus
-          Konsultasi non-informal
-          Menghormati kedaulatan setiap negara
-          Penyelesaian masalah tanpa kekerasan
-          Non-intervensi


Dan salah satu prinsip dalam ASEAN yaitu Non-Intervensi, merupakan prinsip yang melindungi suatu negara dari campur tangan negara lain. Prinsip non-intervensi merupakan prinsip yang secara universal diterima dalam hukum internasional. Prinsip tersebut dijamin oleh Piagam PBB yang menyebutkan tidak adanya campur tangan (non-interference) dalam urusan domestik negara yang berdaulat. Prinsip non-intervensi merupakan prinsip fundamental dalam mengadakan hubungan internasional dewasa ini. Khususnya di kawasan Asia Tenggara prinsip ini sangat dijunjung tinggi mengingat sejarah pembentukannya pada saat sedang terjadinya Perang Dingin. Seiring dengan berjalannya waktu penerapan prinsip non-intervensi yang terlalu kaku kerap di kritik oleh dunia internasional. Akhirnya mendorong munculnya gagasan untuk melakukan pelembutan terhadap prinsip tersebut, dengan konsep alternatif seperti constructive intervention, flexible engagement, atau enhanced interaction. Berbagai teori, dokumen-dokumen ASEAN serta kasus-kasus yang terjadi akan dibahas untuk menjelaskan prinsip non-intervensi dalam perspektif ASEAN dan berbagai macam permasalahan yang timbul dalam pelaksanaannya.


Didalam organisasi internasional seperti ASEAN memiliki suatu prinsip yang sangat kuat yaitu prinsip non intervensi. Prinsip non intervensi ini menyatakan bahwa ASEAN termasuk anggota-anggotanya tidak boleh melakukan intervensi terhadap masalah internal yang dihadapi oleh salah satu negara anggota. Secara garis besar, Non-Intervensi merupakan suatu prinsip di dalam hubungan internasional dimana suatu negara tidak diperbolehkan untuk mengintervensi atau mencampuri segala urusan atau pun permasalahan dalam negeriyang berkaitan dengan yurisdiksi lokal negara lain. Prinsip tersebut diterapkan oleh organisasi kawasan Asia Tenggara The Association of Southeast Asian Nations(ASEAN) dalam menyelasaikan permasalahan atau konflik yang terjadi pada negaraanggotanya. ASEAN menganggap prinsip Non-Intervensi merupakan satu-satunya alat hukum untuk melindungi diri dan mempertahankan kemerdekaan serta menjauhkan diri dari keterikatan pada masa perang dingin.

Firdauz Rusdy Santari - 1302045118 - Tugas ASEAN Way

Nama   : Firdauz Rusdy Santari
NIM    : 1302045118



ASEAN atau yang dikenal dengan (Association of Southeast Asian Nations) didirikan pada tanggal 8 Agustus 1967 di Bangkok, Thailand oleh lima negara Asia Tenggara yaitu : Indonesia, Singapura, Filipina, Malaysia dan Thailand seiring dengan ditandatanganinya Deklarasi Bangkok, Deklarasi tersebut menyepakati kesatuan regional untuk lebih mempererat hubungan yang ada dan menyelaraskan kepentingan. Prinsip utama dalam kerjasama ASEAN antara lain adalah persamaan kedudukan dalam keanggotaan (equality), tanpa mengurangi kedaulatan masing-masing negara anggota. Negara-negara anggota ASEAN sepenuhnya tetap memiliki kedaulatan ke dalam maupun ke luar (sovereignty), sedangkan musyawarah (consensus and consultation), kepentingan bersama (common interrest), dan saling membantu (solidarity).


Sejak awal pembentukkannya, ASEAN merupakan suatu kerjasama regional yang didirikan berdasarkan suatu kesepakatan bersama yang dikenal sebagai Deklarasi Bangkok. Salah satu butir kesepakatan dalam Deklarasi Bangkok adalah : “akan lebih mengedepankan kerjasama ekonomi dan social sebagai perwujudan dari solidaritas ASEAN”. ASEAN telah memilih economic road towards peace, berdasarkan asumsi bahwa jika Negara-negara ASEAN mencapai kemakmuran, maka perdamaian akan terwujud di kawasan ini. Intinya ASEAN didirikan dengan tujuan bagaimana keamanan yang stabil dalam jangka panjang dapat tercipta di kawasan, baik melalui kerja sama ekonomi, teknologi dan social budaya, maupun melalui kerjasama di bidang politik dan keamanan .


            Dalam menyelesaikan suatu persengketaan di ASEAN maka dibentuklah suatu aturan yang diberi nama ASEAN WAY dapat menjadi suatu pedoman bagi negara Asia Tenggara khususnya untuk bertindak atau dalam menyelesaikan masalah. Beberapa karakteristik dari  ASEAN Way antara lain adalah penghormatan terhadap kedaulatan masing-masing negara anggotanya dengan tidak melakukan interensi terhadap masalah internal negara lain, mengusahakan resolusi konflik dengan cara-cara damai serta tidak menggunakan ancaman kekerasan. Metode yang digunakan dalam manajemen konflik melalui ASEAN Way umumnya didasarkan pada musyawarah atau konsensus. Hal ini untuk mencegah pihak-pihak yang memiliki pengaruh besar untuk bertindak sewenang-wenang.

           
            Salah satu dari 5 kesepakatan dalam ASEAN WAY adalah non intervensi, dimana prinsip ini mengatakan bahwa ASEAN termasuk anggota-anggotanya tidak boleh melakukan intervensi terhadap masalah internal yang dihadapi oleh salah satu negara anggota. Dengan kata lain saat ada negara anggotanya sedang mengalami konflik maka negara lainnya tidak diperkenankan untuk ikut campur dalam konflik tersebut dengan alasan untuk menghormati kedaulatan negara tersebut. Namun dalam prakteknya, prinsip  non intervensi ini malah cenderung merugikan bukannya menguntungkan negara yang sedang dilanda konflik. Terbukti dengan tidak adanya aksi yang dilakukan oleh negara anggota menyebabkan konflik semakin bertambah parah.


Contoh dari kelemahan non intervensi ini terjadi pada kaskus kekerasan terhadap etnis Rohingnya di Myanmar yang dibiarkan tanpa ada tindak lanjutnya. Seperti yang kita tahu bahwasanya etnis Rohingnya merupakan etnis muslim dan merupakan etnis minoritas di Myanmar. Mereka berbeda dari ras ras yang ada di Myanmyar yang sebagian besar bewajah layaknya ras masyarakat China hingga pada akhirnya masyarakat yang beretnis Rohingnya pun terdiskriminasi dan memilih untuk melarikan diri dari Myanmar menuju negara negara tetangga seperti Singapura, Malaysia, bahkan Indonesia. Hal ini tentu saja bisa menyebabkan ketidakstabilan kemanan.


            Prinsip non intervensi inilah yang menghalangi para negara anggota ASEAN untuk membantu etnis Rohingnya dikarenakan menghormati perjanjian yang sudah ada. Maka dari itu, prinsip ini sebenarnya lebih banyak efek negatifnya daripada efek positifnya. Saat ada konflik maka para anggota negara ASEAN hanya bisa menasihati negara yang sedang melakukan kejahatan dalam negerinya tanpa bisa ikut campur. Hal inilah yang paling jelas membuktikan bahwasanya ASEAN bukanlah sebuah organisasi yang mampu menjaga keamanan para negara anggotanya.

Kelompok 13 - Sosialisasi Masyarakat Ekonomi ASEAN ( Arnold, Firdauz dan Yusra)



Laporan Sosialisasi Masyarakat Ekonomi ASEAN ( Arnold, Firdauz dan Yusra)

Laporan Sosialisasi Masyarakat Ekonomi ASEAN

Anggota Kelompok :


Arnold Roberto (1302045111)


Firdauz Rusdy Santari (1302045118)



Yusra Mufassir (1302045109)


Megenalkan ”Apa itu Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) terhadap masyarakat?”.

Pada 2015 akhir, pemimpin-pemimpin regional di Asia Tenggara akan sekapat dalam meningkatkan kerjasama di bidang yang kami khususkan kepada sektor ekonomi. Pada bidang ekonomi, MEA difokuskan dalam menangani masalah seputar pembangunan dan percepatan ekonomi. Kerjasama yang diharapkan melalui integrasi ekonomi MEA adalah sebagai berikut ;
 
1.     Sumberdaya manusia dan kapabilitas yang menjadi prospek utama
2.     Standar mutu pekerja professional ASEAN
3.     Persamaan pada ekonomi makro dan finansial
4.     Tata cara pembiayaan dan pembayaran yang lebih dinamis
5.     Peningkatan infrastruktur negara-negara ASEAN
6.     Penggunaan layanan eASEAN yang lebih efisien
7.     Pemerataan industri di setiap daeerah yang memiliki potensi dan prospek


Dari bentuk kerjasama yang ingin dicapai oleh anggota ASEAN, maka perlunya aksi yang lebih komprehensip dalam membentuk identitas MEA itu sendiri. Aksi yang komprehensip itu dicapai dengan ; 


2.     Kawasan ekonomi yang lebih kompetitif,
3.     Pembangunan ekonomi yang merata
4.     Integrasi daerah yang memiliki potensi dalam ekonomi global.



Aksi komprehensip ini tentunya mempengaruhi aspek-aspek ekonomi kepada negara-negara yang ikut serta dalam MEA.

Pada laporan kami, kami fokus menjelaskan bagaimana aksi komprehensif itu mempengaruhi segala aspek ekonomi kepada masyarakat dan berpengaruh terhadap masyarakat seperti yang kami jabarkan di atas. Sejauh mana masyrakat mengetahui bagaimana MEA itu sendiri. Kami melakukan observasi dengan interaksi langsung kepada masyarakat dimana kami memfokuskan observasi kepada para pedagang kecil dan industri kecil dimana MEA tentunya sangat berpengaruh sekali kedepannya kepada indutri-industri kecil yang dimana industri-industri kecil belum tentu dapat memilii daya saing yang sepadan dengan industry dari Negara lainnya yang berdiri di Indonesia sehingga membuat turunnya pendapatan dari industri lokal. Dari observasi kami, kami mendapati masyarakat cenderung pesimis terhadap kerjasama ekonomi  MEA kaena masyrakat lebih memandang kepada pemilik modal besar dimana ekonomi lebih memihak kepada pemilik modal yang besar sementara peilik modal kecil selalu berada pada kondisi ekonomi menegah kebawah dan Negara dipandang tidak memiliki kapabilitas di dalamnya padahal semua negaa yang ikut di dalam MEA itu mereka merasakan hal yng sama mereka merasa pesimis terhadap kerjasama ekonomi MEA


Ada juga masyaeakat yang cenderung apatis terhadap program kerjasama Ekonomi MEA ini dikarenakan masyarakat-masyrakat kecil seperti para pedagan maupun industri kecil hanya berpikir bahwa mereka hanya berharap apa yang dijualnya itu memberikan keuntungan untuk menghidupi keluarganya itu saja sudah lebih dari cukup entah apapun program yang di laksanakan oleh pemerintah mereka hanya berfokus untuk bertahan hidup di tengah kondisi ekonomi yang kurang produktif itulah yang membuat mereka cenderung apati terhadap perkembangan di luar.


     Masyarakat juga tidak mengetahui lebih dalam esensi dari MEA dan apa respon yang diharapkan. Padahal apabila MEA itu berjlalan dengan semestinya maka keteraturan akan tercipta karena keseragaman identitas akibat kesadaran masyarakat terhadap entitas yang ada di dalam MEA itu sendiri.