Diskusi Buku Teori Perbandingan Politik - Ronald H. Chilcote
Tanggal : Kamis, 30 April 2015
Notulen :
Gusmawati
Moderator :
Marzuq
Diskusi dibuka oleh Moderator bahwa kali ini
akan membahas bab 2 dan bab 3 dari buku Teori Perbandingan Politik - Ronald H.
Chilcote dimana untuk teknisnya dipersilahkan 3 orang secara bergantian untuk membehas kedepan,
yang mana dapat dicatat oleh notulen sebagai berikut :
Sdr Wagis Alfianto Membahas Bab 2 bahwa ideologi banyak
berkaitan dengan politik. Yang artinya Universitas (Mahasiswa) tidak dapat
terlepas dari ideologi untuk mencari kekayaan kemudian dilanjutkan dari Sdri
Risky Diana yang memberi kesimpulan bahwa Para Ilmuwan mengatakan bahwa
ideologi telah mati pasca perang dingin.
Setelahnya
dilanjutkan oleh Sdr. Ansor Budiman yang mengatakan bahwa masalah bahwa studi politik di AS tidak bebas
nilai dan sarat akan ideologi dan motif mencari keuntungan pribadi, disebutkan
juga bahwa Daniel Bell yang mengatakan Ideologi sudah mati sebenarnya tidak
valid karena pada waktu perang dingin AS dan Uni Soviet memiliki teknologi Pers
yang sama namun pelaksanaan dan fungsinya bertolak belakang dijelaskan juga bagaimana
perusahan-perusahaan memberikan bantuan kepada universitas dengan motif
penelitian yang dihasilkan memberi dampak keuntungan bagi perusahaan, kemudian di
bab II membahas tentang Paradigma ortodok yang sarat dengan pemikiran Liberal
dan Paradigma Radikal beridiologikan marxisme.
Kemudian masuk sesi selanjutnya moderator
mempersihakan 3 orang untuk menanggapi atau menambahkan yang dimulai dari Sdri.
Belita Ayu yang mengatakan bahwa Paradigma terbagi menjadi dua yaitu:
- Ortodoks : Bahwa paradigma Ortodoks cenderung bersifat aristokrat dalam interpretasi dan analisis, konsekuensi dari orientasi mikronya, wawasannya terhadap masyarakat yang terkompartemen, bersifat netral, bisa berubah serta materialistik. Sedangkan
- Radikal : Bersifat revolusioner dan multilinier serta memperhatikan seluruh kebanyakan orang.
Jadi dapat Sdri Belita menyimpulkan bahwa lebih baik
Paradigma yang bersifat Radikal daripada paradigma Ortodoks karena paradigma
radikal lebih kritik.
Kemudian dilanjutkan oleh Sdri. Lamtinur Citra
terkait Bab 2 mengatakan bahwa perpolitikan AS sangatlah bias. Sehingga adanya
tetang keyakinan bahwa ideologi sudah mati. Sehingga muncul persfektif Radikal
dalam bentuk Cauws for a new political science
yang dalam tulisan-tulisannya mendorong perubahan-perubahan dalam
berbagai aspek seperti pencabangan ilmu ekonomi, antropologi, sejarah, bahasa,
psikologi, filsafat dan biologi. Dan banyak perubahan-perubahan yang kemudian
mitos universitas netral yang salah karena akademisi untuk mencari uang.
Melihat dari batasan waktu moderator
memberikan 5 tanggapan lagi dan dimulai
lagi Sdr. Dhani Candra yang memberikan tanggapan pada Diana bahwa Ideologi
sudah mati menjadi fokus untuk memperkaya diri dan tujuan untuk mendapatkan
power. Contohnya Jerman. Jadi ideologi tetap berkembang untuk tetap menjadi
yang terbaik dan ditekankan Ideologi tetap hidup untuk mendapatkan power melalui
ekonomi yang langsung ditanggapi kembali oleh Sdri. Lamtinur bahwa Ideologi
tidak bebas nilai (sarjana-sarjana ilmu politik) melakukan penelitian dari
multinasional, peneliti sejarah. Ia pasti mengatakan untuk potensi karena
terikat dengan biaya.
Diskusi dilanjutkan oleh Sdri. Ricka Andriyani menanggapi
argumen Sdr. Ansor bahwa jangan melihat sisi negatifnya saja buktinya negara AS
tetap maju sesuai harapan. Kemudian terakhir dari Sdr. Andri Rahmadansyah
yang menanggapi asumsi dari Sdri. Diana dimana Sdr. Andri mengatakan dalam masalah pendanaan. Ada yayasan-yayasan yang
mendanai akademi. Menurut saya itu hanyalah propaganda yang sehingga
menguntungkan para politis atau multinaasional.
Setelahnya Moderator mempersilahkan peserta
diskusi untuk memberikan rangkuman akhir yang
kemudian oleh Sdri Maria Elisabeth Hasugian menyimpulkan Perlu adanya
perbedaan antara mitos dan kenyataan. Dalam studi politik, para politik yang
mengkritik pemerintah maupun kelompok swasta yang berpengaruh seringkali
terjebak dalam klise dan generalisasi historis/tindakan yang efektif untuk
dilakukan, yang ujung-ujungnya menjadikan isu rasisme sebagai senjata
pamungkas. Agar tidak terjebak disana dibutuhkan bukti dari seluruh masyarakat.
Bahkan banyak penafsiran pada tulisan kontemporer politik tertentu yang tidak
terlepas dari asumsi-asumsi tertentu yang dibentuk sebelumnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar