Rabu, 06 Mei 2015

Diskusi Buku Teori Perbandingan Politik - Ronald H. Chilcote


  Diskusi Buku Teori Perbandingan Politik - Ronald H. Chilcote


Tanggal               : Kamis, 30 April 2015
Notulen               : Gusmawati
Moderator           : Marzuq


Diskusi dibuka oleh Moderator bahwa kali ini akan membahas bab 2 dan bab 3 dari buku Teori Perbandingan Politik - Ronald H. Chilcote dimana untuk teknisnya dipersilahkan 3 orang  secara bergantian untuk membehas kedepan, yang mana dapat dicatat oleh notulen sebagai berikut :

Sdr Wagis Alfianto  Membahas Bab 2 bahwa ideologi banyak berkaitan dengan politik. Yang artinya Universitas (Mahasiswa) tidak dapat terlepas dari ideologi untuk mencari kekayaan kemudian dilanjutkan dari Sdri Risky Diana yang memberi kesimpulan bahwa Para Ilmuwan mengatakan bahwa ideologi telah mati pasca perang dingin.

Setelahnya dilanjutkan oleh Sdr. Ansor Budiman yang mengatakan bahwa masalah bahwa studi politik di AS tidak bebas nilai dan sarat akan ideologi dan motif mencari keuntungan pribadi, disebutkan juga bahwa Daniel Bell yang mengatakan Ideologi sudah mati sebenarnya tidak valid karena pada waktu perang dingin AS dan Uni Soviet memiliki teknologi Pers yang sama namun pelaksanaan dan fungsinya bertolak belakang dijelaskan juga bagaimana perusahan-perusahaan memberikan bantuan kepada universitas dengan motif penelitian yang dihasilkan memberi dampak keuntungan bagi perusahaan, kemudian di bab II membahas tentang Paradigma ortodok yang sarat dengan pemikiran Liberal dan Paradigma Radikal beridiologikan marxisme.



Kemudian masuk sesi selanjutnya moderator mempersihakan 3 orang untuk menanggapi atau menambahkan yang dimulai dari Sdri. Belita Ayu yang mengatakan bahwa Paradigma terbagi menjadi dua yaitu:

  1.  Ortodoks : Bahwa paradigma Ortodoks cenderung bersifat aristokrat dalam interpretasi dan analisis, konsekuensi dari orientasi mikronya, wawasannya terhadap masyarakat yang terkompartemen, bersifat netral, bisa berubah serta materialistik. Sedangkan 
  2. Radikal  : Bersifat revolusioner dan multilinier serta memperhatikan seluruh kebanyakan orang.
 Jadi dapat Sdri Belita menyimpulkan bahwa  lebih baik Paradigma yang bersifat Radikal daripada paradigma Ortodoks karena paradigma radikal lebih kritik.




Kemudian dilanjutkan oleh Sdri. Lamtinur Citra terkait Bab 2 mengatakan bahwa perpolitikan AS sangatlah bias. Sehingga adanya tetang keyakinan bahwa ideologi sudah mati. Sehingga muncul persfektif Radikal dalam bentuk Cauws for a new political science  yang dalam tulisan-tulisannya mendorong perubahan-perubahan dalam berbagai aspek seperti pencabangan ilmu ekonomi, antropologi, sejarah, bahasa, psikologi, filsafat dan biologi. Dan banyak perubahan-perubahan yang kemudian mitos universitas netral yang salah karena akademisi untuk mencari uang.


Melihat  dari batasan waktu moderator memberikan 5 tanggapan lagi  dan dimulai lagi Sdr. Dhani Candra yang memberikan tanggapan pada Diana bahwa Ideologi sudah mati menjadi fokus untuk memperkaya diri dan tujuan untuk mendapatkan power. Contohnya Jerman. Jadi ideologi tetap berkembang untuk tetap menjadi yang terbaik dan ditekankan Ideologi tetap hidup untuk mendapatkan power melalui ekonomi yang langsung ditanggapi kembali oleh Sdri. Lamtinur bahwa Ideologi tidak bebas nilai (sarjana-sarjana ilmu politik) melakukan penelitian dari multinasional, peneliti sejarah. Ia pasti mengatakan untuk potensi karena terikat dengan biaya. 

Diskusi dilanjutkan oleh Sdri. Ricka Andriyani menanggapi argumen Sdr. Ansor bahwa jangan melihat sisi negatifnya saja buktinya negara AS tetap maju sesuai harapan. Kemudian terakhir dari Sdr. Andri Rahmadansyah yang menanggapi asumsi dari Sdri. Diana dimana Sdr. Andri mengatakan dalam  masalah pendanaan. Ada yayasan-yayasan yang mendanai akademi. Menurut saya itu hanyalah propaganda yang sehingga menguntungkan para politis atau multinaasional.

Setelahnya Moderator mempersilahkan peserta diskusi untuk memberikan rangkuman akhir yang  kemudian oleh Sdri Maria Elisabeth Hasugian menyimpulkan Perlu adanya perbedaan antara mitos dan kenyataan. Dalam studi politik, para politik yang mengkritik pemerintah maupun kelompok swasta yang berpengaruh seringkali terjebak dalam klise dan generalisasi historis/tindakan yang efektif untuk dilakukan, yang ujung-ujungnya menjadikan isu rasisme sebagai senjata pamungkas. Agar tidak terjebak disana dibutuhkan bukti dari seluruh masyarakat. Bahkan banyak penafsiran pada tulisan kontemporer politik tertentu yang tidak terlepas dari asumsi-asumsi tertentu yang dibentuk sebelumnya.








Tidak ada komentar:

Posting Komentar