NAMA : WA ANNISA
NIM :
1302045147
PRODI : ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL
JURUSAN : HUBUNGAN INTERNASIONAL Reg. B
MATA KULIAH : POLITIK DAN PEMERINTAHAN DI ASIA TENGGARA
Analisis
Prinsip ASEAN WAY ( Non-Interferrence)
Sejak awal berdirinya, prinsip non-intervensi
telah diterapkan oleh anggota ASEAN. Konsep dari prinsip ini adalah tentang
persamaan kedaulatan yang dimiliki tiap negara tanpa terkecuali. Prinsip
non-intervensi ini ditujukan sebagai alat dalam pertahanan nasional, bukan
regional. Sehingga, ASEAN memberikan ruang bagi setiap anggotanya untuk
menyelesaikan permasalahan domestiknya dengan caranya sendiri.
Pada tahun 1971 ASEAN menyatakan diri
sebagai wilayah damai, bebas, dan netral/ZOPFAN (The Zone of Peace, Freedom, and Neutrality). Freedom dalam ZOPFAN juga dimaksudkan sebagai kebebasan yang berhak
diperoleh oleh setiap anggota untuk tidak diinterfensi mengenai permasalahan
domestik mereka. Intervensi disini bisa diartikan dalam hal kemerdekaan atau
independensi serta integritas negara itu sendiri (Ramcharan, 2000: 65).
Tetapi, dengan adanya prinsip ASEAN WAY
tentang non-intervensi ini menjadikan ASEAN tidak memiliki legitimasi dan otoritas yang cukup
untuk mengintervensi masalah konflik dan pelanggaran hak asasi manusia internal
negara-negara anggotanya. Prinsip non-intervensi terdapat dalam pasal 2 piagam
ASEAN : (e) non-interference in the internal affairs of ASEAN Member States,
(f) respect for the right of every Member State to leads its national existence
free from external interference, subversion and coersion. Doktrin ini kemudian
menghambat penerapan hukum hak asasi manusia dalam lingkup regional dan
memungkinkan negara untuk melakukan penyalahgunaan terhadap perlindungan hak
asasi manusia tanpa adanya pengawasan dan hukuman oleh ASEAN.
Contoh
kasusnya yaitu terkait permasalahan etnis Rohingya, dimana Krisis kemanusiaan yaitu kasus kekerasan dan pelanggaran
hak asasi manusia terhadap kelompok minoritas muslim Rohingya di Myanmar telah
menyita perhatian publik internasional. Eskalasi konflik yang meningkat antara
Buddha Arakan dengan muslim Rohingya memberikan gambaran yang buruk mengenai
keseriusan pemerintah Myanmar dalam penegakan hukum dan hak asasi manusia.
Krisis Rohingya ini dipicu oleh insiden pemerkosaan dan pembunuhan terhadap Ma
Thida Htwe (27 tahun), seorang gadis Buddhis Arakan, yang dilakukan oleh
beberapa oknum muslim Rohingya pada Mei 2012. Insiden tersebut kemudian memicu
gejala kebencian terhadap muslim Rohingya di seluruh daerah Arakan. Beberapa
hari setelah insiden itu, masyarakat Buddhis Arakan membalas dengan memukuli
dan membunuh 10 orang etnis Rohingya, dalam satu insiden pencegatan dan
pembunuhan penumpang bus antar-kota, hingga tewas di Taunggup.
Insiden pembunuhan tersebut menjadi awal bagi meningkatnya
gejala kekerasan dan pelanggaran hak asasi manusia yang dialami oleh muslim
Rohingya. Kelompok Buddhis Arakan, didukung oleh pendeta Buddha lokal dan
aparat keamanan Myanmar, melakukan berbagai tindakan kekerasan secara
sistematis terhadap muslim Rohingya meliputi pemukulan, pemenggalan,
pembunuhan, pemerkosaan, pembakaran tempat tinggal, pengusiran dan isolasi
bantuan ekonomi. Berbagai tindakan kekerasan ini digunakan sebagai cara untuk
mengusir etnis Rohingya keluar dari Myanmar. Aksi anarkisme yang dilakukan oleh
masyarakat Arakan ini tidak mendapat perhatian serius dari pemerintah Myanmar,
khususnya perlindungan terhadap keberlangsungan hidup etnis Rohingya dan
penegakan hukum terhadap pelaku aksi-aksi kekerasan. Pemerintah Myanmar dinilai
sengaja mengambil kebijakan yang diskriminatif terhadap muslim Rohingnya dan
adanya dugaan upaya pembersihan etnis (ethnic
cleansing) yang dilakukan oleh aparat keamanan Myanmar kepada etnis
Rohingya.
Kehidupan etnis Rohingnya ini juga diawasi dan
dikendalikan pasukan penjaga perbatasan yang dikenal sebagai Nasaka, inisial
nama kesatuan tersebut dalam bahasa Burma. Unit Nasaka terdiri dari perwira
berbagai kesatuan seperti polisi, militer, bea cukai dan imigrasi. Nasaka
mengendalikan hampir setiap aspek dari kehidupan etnis Rohingya. Dokumentasi
pelanggaran hak asasi manusia melaporkan bahwa Nasaka bertanggungjawab dalam
kasus pemerkosaan, pemerasan dan kerja paksa. Etnis Rohingya tidak dapat
melakukan perjalanan antar kota atau mengurus pernikahan tanpa adanya perizinan
dari Nasaka, yang semuanya baru akan diurus setelah membayar uang suap.
Menurut laporan United Nations Office for the
Coordination of Humanitarian Affairs, sekitar 180,000 orang mendapatkan dampak
dari dua gelombang kekerasan sektarian antara masyarakat Buddhis Arakan dengan
Muslim Rohingya di distrik Arakan Barat pada tahun 2012. Dari jumlah tersebut
140,000 orang masih mengungsi, sebagian besar dari mereka adalah orang Rohingya
yang tinggal di 80 kamp dan shelter pengungsian. Sementara itu sekitar 36,000
orang sisanya tinggal di 113 desa terpencil yang mengalami kesulitan akses
untuk pelayanan dasar. Sejumlah 167 orang tewas dalam insiden kekerasan (78
orang pada Juni dan 89 orang pada Oktober), 223 orang mengalami luka-luka (87
orang pada Juni dan 136 orang pada Oktober) dan lebih dari 10,000 rumah dan
bangunan hancur akibat insiden tersebut.
Sejak Oktober 2012 diperkirakan terdapat 785 orang
pengungsi Rohingya tewas tenggelam di laut dalam pelariannya untuk mencapai
perairan Thailand, Indonesia, Malaysia dan Australia, berbanding dengan 140
orang tewas pada tahun 2011. Sementara di Bangladesh diperkirakan terdapat
300,000 orang pengungsi Rohingya, ungkap Medecins
Sans Frontieres (MSF), organisasi medis non-pemerintah asal Perancis.
Beberapa pengungsi lainnya mencoba mengungsi ke India, Nepal dan Timor Leste.
Pada saat yang bersamaan sekitar 2,000 orang Rohingya baik pria, wanita dan
anak-anak berada di shelter-shelter pengungsian di wilayah perbatasan Thailand.
Pemerintah Bangladesh melansir bahwa mereka telah menerima sekitar 25,000 orang
Rohingya dengan status pengungsi, yang mendapatkan bantuan dari PBB,
ditempatkan di dua kamp di sebelah tenggara Bangladesh. Diperkirakan masih
terdapat antara 200,000 hingga 300,000 orang pengungsi Rohingya yang tidak
terdaftar, tidak memiliki status dan hak-hak legal sebagai pengungsi.
Orang-orang ini menetap di luar kamp pengungsian dan bergantung kepada
masyarakat lokal Bangladesh untuk bertahan hidup.
Berdasarkan laporan media, terdapat sekitar 90 orang
tewas dan hampir 30,000 orang Rohingya terusir akibat gelombang baru kekerasan
setelah sekelompok ekstremis menyerang dan membakar rumah dan perahu di daerah
pemukiman muslim di Kyaukpyu pada Oktober 2012. Sejumlah orang Rohingnya juga
dibawa ke tengah laut melalui perahu, tongkang dan kapal nelayan, dilaporkan
lebih dari seratus orang tewas tenggelam setelah kapal mereka diserang dan
ditenggelamkan. Gambar satelit yang dipublikasikan oleh Human Rights Watch
mengindikasikan bahwa pembakaran terhadap pemukiman Rohingya di Kyaukpyu telah
direncanakan dan melibatkan unsur dari militer. Serangan ini menyebabkan
kerusakan di delapan distrik yang menghancurkan 4,000 rumah beserta tempat
peribadatan.
Sumber (catatan%20pergerakan%20%20ASEAN,%20Rohingnya%20dan%20Krisis%20Kemanusiaan%20di%20Myanmar.html)
Terkait permasalahan Rohingya jajaran kementerian luar
negeri negara anggota ASEAN telah mengeluarkan pernyataan sikap pada Agustus
2012, yaitu : (1) mendorong pemerintahan Myanmar untuk terus bekerja dengan PBB
dalam menangani krisis kemanusiaan di Arakan, (2) menyatakan keseriusan
organisasi regional ASEAN untuk menyediakan bantuan kemanusiaan, (3)
menggarisbawahi bahwa upaya mendorong harmoni nasional di Myanmar merupakan
bagian integral dari proses demokratisasi di negara tersebut. Sekretaris
Jenderal ASEAN, Dr. Surin Pitsuwan, mengingatkan bahwa isu Rohingya dapat
mengganggu stabilitas kawasan jika komunitas internasional, termasuk ASEAN,
gagal untuk merespon krisis tersebut secara tepat dan efektif. Surin Pitsuwan juga mengakui bahwa ASEAN
tidak dapat menekan pemerintah Myanmar untuk memberikan kewarganegaraan kepada
etnis Rohingya.
Sebagai organisasi regional di kawasan Asia Tenggara,
ASEAN seharusnya dapat memainkan peranan sentral dalam melakukan tekanan
politik kepada pemerintahan Myanmar dalam mencegah eskalasi konflik antar etnis
di Arakan. ASEAN dalam kemitraannya dengan PBB seharusnya menjadi saluran utama
dalam memperluas bantuan kemanusiaan kepada seluruh penduduk yang terkena
dampak dan menjadi korban dari konflik di area tersebut. ASEAN juga dapat
memberikan sanksi dan blokade ekonomi kepada Myanmar untuk memberikan
perlindungan HAM di kawasan.
ASEAN juga dapat menggunakan berbagai mekanisme untuk
memberikan bantuan kemanusiaan ke Myanmar dalam penanganan masalah Rohingya.
ASEAN dapat berperan aktif dalam mencari dan menemukan akar permasalahan
konflik antar etnis di Arakan melalui pembangunan kapasitas dalam perdamaian,
mediasi konflik, pencegahan konflik, manajemen keamanan perbatasan, masalah
migrasi, penguatan kapabilitas pemerintahan lokal dalam manajemen perdamaian
dan ketertiban sosial.
ASEAN juga dapat membantu parlemen Myanmar dalam mengkaji
dan mengamandemen undang-undang yang ada mengenai kewarganegaraan, pengungsi,
dan orang-orang tanpa kewarganegaraan dengan perubahan yang memungkinkan
pemerintah pusat dan otoritas lokal menangani masalah ini. Pemerintah Myanmar
telah terbuka dengan gagasan pemberian status kewarganegaraan kepada orang
Rohingya yang memenuhi kualifikasi di Arakan, ini adalah sebuah kesempatan
positif yang seharusnya dapat dioptimalkan oleh ASEAN.
ASEAN seharusnya dapat membangun supremasi hukum di atas
hukum nasional negara anggota khususnya Myanmar dalam isu perlindungan hak
asasi manusia. Dengan kata lain konstitusi nasional, hukum perundangan,
kebijakan dan tindakan dari negara anggota ASEAN dapat dikoreksi dan dianulir
jika bertentangan dengan tujuan, prinsip dan kebijakan ASEAN dalam
penegakan hukum dan hak asasi manusia. Dalam konteks
krisis kemanusiaan Rohingya adanya pembentukan mahkamah konstitusi ASEAN yang
memiliki wewenang dan otoritas untuk melakukan peninjauan, pembatalan dan
amandemen undang-undang dan kebijakan nasional Myanmar menjadi suatu hal yang sangat
penting dalam upaya perlindungan hak asasi manusia di kawasan Asia Tenggara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar