Sabtu, 04 April 2015

Refleksi diri (Tentang Dark Ages & Pemikir Seperti apa ?)




Nama : M. Afriza Nadil
Nim  : 1302045079
 



Refleksi pribadi, ingin menjadi pemikir seperti apa? di zaman klasik, pertengahan, atau modern?

Jawab :

Setelah mengikuti pembahasan di pertemuan ke-8, saya merasa dan ingin menjadi seseorang yang berfikir secara klasik dan bisa menjadi penengah di saat dua orang sedang berlerai. Seperti yang sudah kita ketahui sama-sama bahwa pemikiran klasik merupakan pemikiran menggunakan integrasi (penyatuan). Maka dari itu saya merasa berfikir  dengan integrasi sangatlah penting, misalnya saat saya sedang dalam menghadapi ujian ketika semasa sekolah. Di saat itu, teman-teman saya sangat pintar sekali menyontek, namun tidak dengan saya. Hati dan pikiran saya mengetahui dengan jelas bahwa menyontek adalah prilaku tercela oleh sebab itu saya sangat takut untuk menyontek. Saya sangat bangga dengan hasil yang saya peroleh dengan sendirinya di bandingkan dengan hasil teman-teman saya.

Tokoh Islam Klasik Al-Khindi



Nama lengkap beliau adalah Abu Yusuf Ya’qub bin Ishak bin Sabbah bin Imron bin Ismail bin Muhammad bin Al-Asy’as bin Qais al-Kindi. keturunan suku Kindah, Arab Selatan yang masyhur dan diabadikan oleh penyair Imru’ al-Qays yang menyenandungkannya sebagai suatu perjalanan ke Byzantium yang jauh, lama sebelum datangnya islam ke sana. Ayahnya adalah Gubernur Kufah dimasa Khalifah al-Mahdi (775-785 M) dan ar-Rasyid (786-809 M). Disanalah ia dilahirkan pada tahun 809 M. Al-Kindi dikenal sebagai filsuf muslim pertama. Karena beliau adalah orang Islam pertama yang mendalami ilmu-ilmu filsafat. Selain menterjemahkan al-Kindi juga menyimpulkan karya-karya filsafat hetenisme. Beliau dikenal sebagai pemikir muslim pertama yang menyelaraskan filsafat dan agama. Karya al-Kindi kurang lebih berjumlah 270 buah. Kebanyakan berupa risalah-risalah pendek dan banyak yang sudah tidak ditemukan lagi.
            Berbeda seperti zaman sekarang, di mana seorang ulama hanya menguasai satu cabang keilmuan yang mahir, maka Al-Kindi sama seperti tradisi keilmuan para ahli pada masanya maupun masa-masa sebelum dan sesudahnya, yaitu menguasai lebih dari satu cabang keilmuan yang mahir khususnya ilmu-ilmu yang sedang berkembang saat itu.

Kritik dan saran :
Setelah berdiskusi dengan teman-teman, saya pribadi sangat menyukai bila ibu yang mengajar tanpa asisten dosen.
Ibu selalu memberikan bimbingan yang sangat menarik sehingga tidak ada kata bosan untuk bertemu dengan Ibu Unis.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar