Nama :
Ary Dwi Prasetyo
NIM :
1302045088
Dalam proses belajar mengajar yang bisa dikatakan
ilmiah menurut Paulo Freire dalam bukunya Pendidikann Kaum Tertindas, perlu
adanya keseimbangan antara teori dan praktek agar sebuah ilmu atau teori mampu
diuji kebenarannya baik ilmu alam maupun sosial dan pentingnya pendidikan yang
dialogis dalam proses pendidikan. Khususnya ilmu sosial karena melibatkan subjek
yang memiliki kesadaran khususnya kesadaran berproduksi yaitu manusia. Manusia
terikat erat dengan kondisi lingkungan sosial, ekonomi dan politik, dan proses
itu semua dibentuk, diatur dan
terorganisir dalam sebuah sistem pemerintahan yang disebut Negara.
Negara-negara ini di nakhodai oleh sekelompok oligarki atau birokrat-birokrat
Negara yang menduduki lembaga-lembaga Eksekutif, Legislatif, Yudikatif baik
dari level pusat sampai daerah.
Syarat utama seseorang untuk dapat mencalonkan diri
menjadi birokrasi Negara adalah dengan terlebih dulu masuk menjadi anggota atau
kader partai politik kemudian mencalonkan diri menjadi kepala daerah atau
anggota dewan dalam pemilihan umum (pemilu). Pertanyaan yang muncul kemudian
adalah siapa yang diwakili oleh para calon, rakyat atau partai pengusung?
Beberapa waktu lalu seluruh mahasiswa Hubungan
Internasional Unmul angkatan 2013 berkesempatan untuk melakukan kunjungan ke
salah satu lembaga legislative tingkat daerah atau Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah Provinsi Kalimantan Timur (DPRD Provinsi Kaltim) sebagai tugas lapangan
mata kuliah Teori Perbandingan Politik. Disana kami disambut dan diterima
layaknya pejabat yang melakukan kunjungan dinas. Dalam kegiatan ini yang
terlibat adalah anggota dewan dari komis IV yang membidangi masalah
kesejahteraan yang juga menyangkut masalah pendidikan.
Dalam kegiatan ini kami berkesempatan untuk
melakukan Tanya jawab dengan para anggota dewan yang hadir seputar tugas dan
fungsi parlemen, isu-isu yang sedang berkembang di masyarakat dan hal yang
lainnya. Tetapi saya lebih tertarik dengan bagaimana proses legislative dalam
membuat kebijakan public seperti pendidikan, lingkungan, kesehatan, dan lain
sebagainya.
Ketika saya diberikan kesempatan untuk bertannya
saya melontarkan beberapa pertanyaan seperti, cukupkah anggaran pendidikan Negara kita yang hanya
20% dari APBN & APBD ditengah kita yang akan memasuki Msyarakat Ekonomi
ASEAN (MEA) ditengah anggaran pendidikan Negara-negara lain di kawasan Asia
yang lebih dari 20%. Lalu terkait isu yang sedang berkembang di masyarakat
terkait Otonomi Khusus (Otsus) yang sedang dikampanyekan oleh gubernur kaltim
Awang Faroek Ishak sayaa bertanya apakah otsus menjamin kesejahteraan
masyarakat kaltim dan bagaimana sistem pengelolaan SDA kaltim jika program
Otsus (yang menurut saya proses perjuangannya masihlah bersifat elitis)
berhasil disahkan?
Dalam kacamata saya, pertanyaan yang saya berikan
tersebut munggkin sedikit menggelitik menyinggung kinerja ataupun menohok wajah
para anggota DPRD Prov Kaltim. Kenapa saya bisa mengasumsikaan hal tersebut?
hal ini terlihat dari jawaban yang diberikan oleh para anggota dewan. Seperti
jawaban pertama dimana mereka mengangggap bahwa anggaran pendidikan 20% sudah
cukup untuk membiayai pendidikan di Indonesia dan bahkan DPRD Prov Kaltim
sempat menghibahkan dana untuk membiayai pendidikan khususnya di UNMUL (APBD
pendidikan Kaltim hanya untuk SD-SMA) seperti pada tahun 2006-2009 DPRD Prov
Kaltim menghibahkan dana 600 M dan pada tahun 2009-2014 sebanyak 100M yang juga
bagian dari politik anggaran DPRD Prov Kaltim (pernyataan yang diberikan salah
satu anggota komisi IV DPRD Prov Kaltim). Tapi nyatanya dana hibah yang
diberikan ke UNMUL tidak jadi apa-apa karena pembangunan infrastruktur di unmul
yang mangkrak semenjak saya menjadi mahasiswa di UNMUL. Fakta ini menjadi
tamparan bagi birokrasi Negara dan kampus yang tidak menjalankan amanah. Dan
mereka mengklaim bahwa mereka membuat anggaran pendidikan lebih dari 20%,
pdahal kalau kita hitung baik-baik dana yang digelontorkan untuk pendidikan
tidaklah sampai 20%.
Terkait pertanyaan kedua yang saya ajukan jawaban
yang diberikan lebih aneh dan menggelikan bagi saya. Dikatakan oleh salah satu
anggota dewan bahwa “mereka (anggota dewan) belum membahas masalah otonomi
khusus” hal ini menggelikan sekali,
bisa-bisanya mereka tidak membahas isu yang sedang melibatkan masyarakat,
Negara dan investor (perusahaan asing), padahal naskah akademik terkait otsus
sudah di buat dan konsep otsus juga akan menentukan tingkat kesejahteraan masyarakat.
Dari hasil kunjungan saya ke DPRD Prov Kaltim saya
tidak mendapatkan kesan yang berarti baik melainkan kesan buruk dan kesal
terhadap birokrasi Negara kita. Dalam pengamatan saya mengenai parlemen di
Indonesia dan di kaltim khususnya, bahwa menurut saya para anggota dewan yang
ada (belum tentu semua anggota dewan) bukanlah sosok yang professional dan
memihak masyarakat hal ini bisa dilihat dari jawaban-jawaban yang diberikannya
pada kegiatan kali ini, seperti kebohongan-kebohongan dalam menjawab pertanyaan
dan tidak sigapnya dalam proses pembuatan kebijakan (minimal ada pembahasan)
terkait isu-isu yang berkembang di masyarakat, apalagi isu tersebut menyangkut
kesejahteraan rakyat. Hal ini juga sebagai kritikan bagi para anggota dewan
agar lebih professional dan sigap dalam menjalankan tugasnya.
Jika kita bandingkan dengan parlemen di
Negara-negara lain seperti kuba dan Venezuela (karena menurut saya
naegara-negara ini adalah Negara yang paling demokratis dan berpihak pada
rakyat) parlemen dan eksekutif bekerja sama dalam mengayomi masyarakat seperti
benar-benar melibatkan masyarakat dalam proses pembuatan kebijakan Negara. Hal
ini berbanding terbalik dengan kondisi eksekutif dan legislative di Indonesia
yang berbeda visi dan misi dengan rakyat dalam menjalankan Negara. Adalah hal
lumrah jika Negara borjuis tidak memihak rakyatnya (klas pekerja) karena
seperti yang dikatakan oleh Marx dan Lenin dalam banyak karyanya, Negara adalah
alat dominasi dan penindas oleh klas yang berkuasa (borjuis) terhadap klas yang
lainnya (klas pekerja) dan produk kebijakan dan hukumnya adalah untuk mengabdi
pada modal dan melanggengkan praktek-praktek eksploitasi, ekspansi dan
akumulasi modal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar