Kamis, 02 Juli 2015

Ary Dwi Prasetyo - 1302045088 - Refleksi "Mengenal Parlemen Lebih Dekat"


Nama               : Ary Dwi Prasetyo
NIM                : 1302045088
Hubungan Internasional Reguler B 2013  '




 Refleksi "Mengenal Parlemen Lebih Dekat"

 

Dalam proses belajar mengajar yang bisa dikatakan ilmiah menurut Paulo Freire dalam bukunya Pendidikann Kaum Tertindas, perlu adanya keseimbangan antara teori dan praktek agar sebuah ilmu atau teori mampu diuji kebenarannya baik ilmu alam maupun sosial dan pentingnya pendidikan yang dialogis dalam proses pendidikan. Khususnya ilmu sosial karena melibatkan subjek yang memiliki kesadaran khususnya kesadaran berproduksi yaitu manusia. Manusia terikat erat dengan kondisi lingkungan sosial, ekonomi dan politik, dan proses itu semua dibentuk, diatur dan  terorganisir dalam sebuah sistem pemerintahan yang disebut Negara. Negara-negara ini di nakhodai oleh sekelompok oligarki atau birokrat-birokrat Negara yang menduduki lembaga-lembaga Eksekutif, Legislatif, Yudikatif baik dari level pusat sampai daerah.

Syarat utama seseorang untuk dapat mencalonkan diri menjadi birokrasi Negara adalah dengan terlebih dulu masuk menjadi anggota atau kader partai politik kemudian mencalonkan diri menjadi kepala daerah atau anggota dewan dalam pemilihan umum (pemilu). Pertanyaan yang muncul kemudian adalah siapa yang diwakili oleh para calon, rakyat atau partai pengusung?

Beberapa waktu lalu seluruh mahasiswa Hubungan Internasional Unmul angkatan 2013 berkesempatan untuk melakukan kunjungan ke salah satu lembaga legislative tingkat daerah atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Kalimantan Timur (DPRD Provinsi Kaltim) sebagai tugas lapangan mata kuliah Teori Perbandingan Politik. Disana kami disambut dan diterima layaknya pejabat yang melakukan kunjungan dinas. Dalam kegiatan ini yang terlibat adalah anggota dewan dari komis IV yang membidangi masalah kesejahteraan yang juga menyangkut masalah pendidikan. 

Dalam kegiatan ini kami berkesempatan untuk melakukan Tanya jawab dengan para anggota dewan yang hadir seputar tugas dan fungsi parlemen, isu-isu yang sedang berkembang di masyarakat dan hal yang lainnya. Tetapi saya lebih tertarik dengan bagaimana proses legislative dalam membuat kebijakan public seperti pendidikan, lingkungan, kesehatan, dan lain sebagainya.

Ketika saya diberikan kesempatan untuk bertannya saya melontarkan beberapa pertanyaan seperti, cukupkah  anggaran pendidikan Negara kita yang hanya 20% dari APBN & APBD ditengah kita yang akan memasuki Msyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) ditengah anggaran pendidikan Negara-negara lain di kawasan Asia yang lebih dari 20%. Lalu terkait isu yang sedang berkembang di masyarakat terkait Otonomi Khusus (Otsus) yang sedang dikampanyekan oleh gubernur kaltim Awang Faroek Ishak sayaa bertanya apakah otsus menjamin kesejahteraan masyarakat kaltim dan bagaimana sistem pengelolaan SDA kaltim jika program Otsus (yang menurut saya proses perjuangannya masihlah bersifat elitis) berhasil disahkan?

Dalam kacamata saya, pertanyaan yang saya berikan tersebut munggkin sedikit menggelitik menyinggung kinerja ataupun menohok wajah para anggota DPRD Prov Kaltim. Kenapa saya bisa mengasumsikaan hal tersebut? hal ini terlihat dari jawaban yang diberikan oleh para anggota dewan. Seperti jawaban pertama dimana mereka mengangggap bahwa anggaran pendidikan 20% sudah cukup untuk membiayai pendidikan di Indonesia dan bahkan DPRD Prov Kaltim sempat menghibahkan dana untuk membiayai pendidikan khususnya di UNMUL (APBD pendidikan Kaltim hanya untuk SD-SMA) seperti pada tahun 2006-2009 DPRD Prov Kaltim menghibahkan dana 600 M dan pada tahun 2009-2014 sebanyak 100M yang juga bagian dari politik anggaran DPRD Prov Kaltim (pernyataan yang diberikan salah satu anggota komisi IV DPRD Prov Kaltim). Tapi nyatanya dana hibah yang diberikan ke UNMUL tidak jadi apa-apa karena pembangunan infrastruktur di unmul yang mangkrak semenjak saya menjadi mahasiswa di UNMUL. Fakta ini menjadi tamparan bagi birokrasi Negara dan kampus yang tidak menjalankan amanah. Dan mereka mengklaim bahwa mereka membuat anggaran pendidikan lebih dari 20%, pdahal kalau kita hitung baik-baik dana yang digelontorkan untuk pendidikan tidaklah sampai 20%.

Terkait pertanyaan kedua yang saya ajukan jawaban yang diberikan lebih aneh dan menggelikan bagi saya. Dikatakan oleh salah satu anggota dewan bahwa “mereka (anggota dewan) belum membahas masalah otonomi khusus”  hal ini menggelikan sekali, bisa-bisanya mereka tidak membahas isu yang sedang melibatkan masyarakat, Negara dan investor (perusahaan asing), padahal naskah akademik terkait otsus sudah di buat dan konsep otsus juga akan menentukan tingkat kesejahteraan masyarakat.
Dari hasil kunjungan saya ke DPRD Prov Kaltim saya tidak mendapatkan kesan yang berarti baik melainkan kesan buruk dan kesal terhadap birokrasi Negara kita. Dalam pengamatan saya mengenai parlemen di Indonesia dan di kaltim khususnya, bahwa menurut saya para anggota dewan yang ada (belum tentu semua anggota dewan) bukanlah sosok yang professional dan memihak masyarakat hal ini bisa dilihat dari jawaban-jawaban yang diberikannya pada kegiatan kali ini, seperti kebohongan-kebohongan dalam menjawab pertanyaan dan tidak sigapnya dalam proses pembuatan kebijakan (minimal ada pembahasan) terkait isu-isu yang berkembang di masyarakat, apalagi isu tersebut menyangkut kesejahteraan rakyat. Hal ini juga sebagai kritikan bagi para anggota dewan agar lebih professional dan sigap dalam menjalankan tugasnya.

Jika kita bandingkan dengan parlemen di Negara-negara lain seperti kuba dan Venezuela (karena menurut saya naegara-negara ini adalah Negara yang paling demokratis dan berpihak pada rakyat) parlemen dan eksekutif bekerja sama dalam mengayomi masyarakat seperti benar-benar melibatkan masyarakat dalam proses pembuatan kebijakan Negara. Hal ini berbanding terbalik dengan kondisi eksekutif dan legislative di Indonesia yang berbeda visi dan misi dengan rakyat dalam menjalankan Negara. Adalah hal lumrah jika Negara borjuis tidak memihak rakyatnya (klas pekerja) karena seperti yang dikatakan oleh Marx dan Lenin dalam banyak karyanya, Negara adalah alat dominasi dan penindas oleh klas yang berkuasa (borjuis) terhadap klas yang lainnya (klas pekerja) dan produk kebijakan dan hukumnya adalah untuk mengabdi pada modal dan melanggengkan praktek-praktek eksploitasi, ekspansi dan akumulasi modal.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar