Review diskusi & Refleksi "Mengenal Parlemen Lebih Dekat"
Nama : Wagis Alfianto
NIM : 1302045078
Hubungan Internasional Reguler B 2013
Senin, 18 Mei 2015 tepat pukul 2
siang waktu setempat, saya dan teman-teman kelas bersama dengan seluruh
mahasiswa HI Fisip Unmul 2013 berkumpul di jalan Karang Paci atau lebih
tepatnya di Kantor DPRD Provinsi Kalimantan Timur.
Kedatangan kami kekantor DPRD ini bukan untuk berorasi, tetapi untuk menghadiri
undangan dari pihak DPRD untuk melakukan diskusi umum mengenai berbagai hal
tentang peran dan kinerja DPRD Provinsi KALTIM dalam menghadapi serta menjawab
berbagai masalah yang hadir untuk daerah Kaltim sendiri. Diskusi kali ini
diselenggarakan sedikit terlambat dari jadwal awal yaitu pukul 14.00.
Namun, karena keterlambatan pihak DPRD dikarenakan baru selesai melaksanakan sidang paripurna ke X. Tetapi, kami tetap penuh suka-cita menantikan diskusi ini. Baru sekitar jam 15.00 akhirnya pihak DPRD yang merupakan anggota komisi 1 dan 4 yang berjumlah 7 orang langsung menuju ketempat mereka untuk segera membuka acara dan menyambut kedatangan mahasiswa HI FISIP UNMUL 2013 dengan penuh suka-cita pula. Acara pun tanpa menunggu lama langsung dimulai dengan membuka dan perkenalan diri oleh masing-masing dari para anggota perwakilan DPRD tersebut. Pembahasan awal dari diskusi ini lebih mengarah pada pemberian motivasi oleh masing-masing anggota perwakilan DPRD KALTIM tersebut.
Namun, karena keterlambatan pihak DPRD dikarenakan baru selesai melaksanakan sidang paripurna ke X. Tetapi, kami tetap penuh suka-cita menantikan diskusi ini. Baru sekitar jam 15.00 akhirnya pihak DPRD yang merupakan anggota komisi 1 dan 4 yang berjumlah 7 orang langsung menuju ketempat mereka untuk segera membuka acara dan menyambut kedatangan mahasiswa HI FISIP UNMUL 2013 dengan penuh suka-cita pula. Acara pun tanpa menunggu lama langsung dimulai dengan membuka dan perkenalan diri oleh masing-masing dari para anggota perwakilan DPRD tersebut. Pembahasan awal dari diskusi ini lebih mengarah pada pemberian motivasi oleh masing-masing anggota perwakilan DPRD KALTIM tersebut.
Setelah masing-masing dari anggota
memperkenalkan diri serta memberikan banyak motivasi kepada kami untuk bisa
berkecimpung dalam memajukan provinsi Kaltim bahkan Indonesia. Acara utamapun
dimulai, dengan membuka diskusi melalui penjelasan mengenai tugas-tugas, peran,
fungsi dan bagaimana kinerja beliau-beliau dalam merumuskan kebijakan. Yang
pertama beliau menjelaskan bahwa didalam keanggotaan DPRD ada pembagian per
komisi dan pembagian ini disesuaikan dengan masing-masing masalah apa yang
mereka handling, dimulai dari:
- Komisi I : Komisi ini pada dasarnya menghandling masalh-masalah seperti hukum, pemerintah dan juga HAM
- Komisi II : Ekonomi dan Keuangan
- Komisi III : Pembangunan
- Komisi IV : Kesejahteraan Masyarakat
Pembagian ini tentu untuk memudahkan penyelesaian
masalah dan tidak menumpuk masalah jika dipaksakan untuk menyelesaikan dalam
satu komisi, maka akan menyulitkan untuk mengatur dan memberikan kebijakan yang
lebih tepat sasaran kepada masalah yang dihadapi.
Oleh karena itu, untuk memudahkan menangkap masalah beliau mengatakan peran DPRD ini dalam menanggapi masalah dibagi dalam beberapa hal yang masing-masing menghandle beberapa masalah. Kemudian salah satu anggota komisi menyebutkan terkadang ada beberapa aspirasi masayrakat yang telah disampaikan tetapi tidak bisa dilaksanakan, itu lebih dikarenakan aspirasi-aspirasi tersebut sampai pada bidang atau komisi yang tidak sesuai, sehingga komisi yang mendapatkan aspirasi tersebut tidak bisa menanggapi masalah tersebut dengan baik dan tepat sasaran.
Dari pernyataan salah satu wakil rakyat tersebut agak riskan jika dianalisis berdasarka teori perbandingan politik, terlihat jelas bahwa ‘Komunikasi Politik’ serta kinerja strukturalya masih lemah dalam memproses input yang masuk karena ditiap komisi dan kurang dimaksimalkan dengan baik dan hanya bergantung oleh bidang yang mereka geluti saja bukannya melakukan kerjasama dan komunikasi yang baik antar komisi untuk mengidentifikasi masalah. Padahal jika dilihat dari kondisis masyarakat KALTIM yang cenderung awam dengan pembagian kinerja annggota DPRD per komisi ini jelas hanya akan mengandalkan penyampaian aspirasinya kepada anggota DPRD yang mereka kenal atau dengan kata lain bergantung kepada kedekatan etnocentris dengan para wakil dari daerah mereka tanpa lagi memperhatikan apakah wakil mereka tersebut membidangi masalaj yang mereka aspirasikan.
Oleh karena itu, untuk memudahkan menangkap masalah beliau mengatakan peran DPRD ini dalam menanggapi masalah dibagi dalam beberapa hal yang masing-masing menghandle beberapa masalah. Kemudian salah satu anggota komisi menyebutkan terkadang ada beberapa aspirasi masayrakat yang telah disampaikan tetapi tidak bisa dilaksanakan, itu lebih dikarenakan aspirasi-aspirasi tersebut sampai pada bidang atau komisi yang tidak sesuai, sehingga komisi yang mendapatkan aspirasi tersebut tidak bisa menanggapi masalah tersebut dengan baik dan tepat sasaran.
Dari pernyataan salah satu wakil rakyat tersebut agak riskan jika dianalisis berdasarka teori perbandingan politik, terlihat jelas bahwa ‘Komunikasi Politik’ serta kinerja strukturalya masih lemah dalam memproses input yang masuk karena ditiap komisi dan kurang dimaksimalkan dengan baik dan hanya bergantung oleh bidang yang mereka geluti saja bukannya melakukan kerjasama dan komunikasi yang baik antar komisi untuk mengidentifikasi masalah. Padahal jika dilihat dari kondisis masyarakat KALTIM yang cenderung awam dengan pembagian kinerja annggota DPRD per komisi ini jelas hanya akan mengandalkan penyampaian aspirasinya kepada anggota DPRD yang mereka kenal atau dengan kata lain bergantung kepada kedekatan etnocentris dengan para wakil dari daerah mereka tanpa lagi memperhatikan apakah wakil mereka tersebut membidangi masalaj yang mereka aspirasikan.
Kemudian diskusi pun dilanjutkan
kemasalah yang lebih dalam dengan membahas berbagai topik masalah melalui
proses tanya-jawab dan diskusi dengan mahasiswa.
Dari yang saya cermati ada beberapa masalah yang penting dari pertanyaan-pertanyaan teman. Salah satunya adalah dalam masalah anggaran dan bantuan anggaran tersebut kepada UNMUL, dan dari pertenyaan tersebut dijawablah oleh para anggota DPRD bahwa sebenarnya anggaran dan bantuan terhadap dunia pendidikan di Indonesia yang berkisar 20% tersebut bukanlah otoritas dari APBD Kaltim, tapi anggaran ini seharusnya berasal dari APBN. Namun, mengapa kemudian faktanya dilapangan bantuan yang berasal dari APBD itu benar adanya, hanya saja itu bukan dalam bentuk otoritas sepenuhnya tapi lebih kepada hibah dari daerah kepada unmul karena apa yang berasal dari APBN dirasa kurang (yang berkisar 20%) tersebut. Melihat dari pernyataan dan jawaban dari anggota DPRD KALTIM tersebut kembali terlihat jelas bahwa interdependensi DPRD KALTIM terhadap pusat, sehingga ini lah kemudian membuat kurang maksimalnya pemberian fasilitas maupun infrastruktur kepada unmul. Kemudian adapula yang menarik mengenai peran kelompok penekan (mahasiswa), didapat pula jawaban dari pengamatan anggota DPRD, mereka mengatakan bahwa kinerja atau peran mahasiswa di Kaltim sudah maksimal terutama dalam hal mengingatkan para wakil rakyat terhadap kinerja mereka dan apa-apa saja masalah yang belum diselesaikan melalui gerakan orasi dan demonstrasi. Namun sayangya wakil rakyat tersebut hanya memandang mahasiswa sebagai pengingat tanpa mau dengan baik mendengarkan aspirasi yang mewakili masyarakat, sehingga harus memaksa mahasiswa untuk melakukan orasi lebih dulu baru mau mendengarkan.
Hal yang menarik lainnya adalah diskusi atas pertanyaan masalah “OTSUS” di Kaltim. Dari pertanyaan tersebut didapat pula jawaban bahwa sebenarnya masalah otsus ini lebih menyentuh kepada penyesuaian yang ada di dalam UU No. 23 (amandemen) tentang semangat otonomi daerah. Ini juga didasarkan pada masalah ketimpangan dan kesenjangan antara pembagian hasil yang didapat oleh daerah dari pusat. Mereka berpendapat bahwa program yang dicanangkan oleh Gubernur Kaltim ini lebih kepada tuntutan agar Kaltim bisa mendapatkan keleluasaan dalam mengatur pendapatannya karena melihat bahwa pendapatan provinsi Kaltim jauh besar jika tidak harus distorkan kepusat. Dengan begitu, ini akan lebih memaksimalkan pembangunan Kaltim lebih maju lagi.
Namun, ternyata ini hanya sebuah wacana belaka karena faktanya berdasarkan apa yang disampaikan salah satu anggota DPRD bahwa sebenarnya program otsus ini belum pernah dimasukkan dalam pembahasan sidang paripurna RI. Melihat dari hal tersebut terlihat jelas bahwa DPRD KALTIM masih belum memaksimalkan kinerja mereka dan memberikan hasil yang empirik kepada KALTIM dan masih bergantung pada hal-hal yang sifatnya wacana belaka. Sebagai penutup, kami diberikan izin untuk berkeliling gedung DPRD dan melihat fasilitas maupun infrastruktur yag tersedia didalam gedung DPRD masih banyak kekurangan. Selain itu kami diberikan kesempatan sebagai pengingat bahwa kami HI FISIP UNMUL 2013 telah menunjukkan peranannya sebagai mahasiswa melalui diskusi dalam memahami dan mengidentifikasi masalah maupun isu di Kaltim. Berikutlah beberapa hal yang menjadi masalah diskusi kami dengan anggota DPRD dan beberapa hal yang menjadi bahan kritikan saya kepada DPRD KALTIM atas kekurangan yang masih ada didalamya.
Dari yang saya cermati ada beberapa masalah yang penting dari pertanyaan-pertanyaan teman. Salah satunya adalah dalam masalah anggaran dan bantuan anggaran tersebut kepada UNMUL, dan dari pertenyaan tersebut dijawablah oleh para anggota DPRD bahwa sebenarnya anggaran dan bantuan terhadap dunia pendidikan di Indonesia yang berkisar 20% tersebut bukanlah otoritas dari APBD Kaltim, tapi anggaran ini seharusnya berasal dari APBN. Namun, mengapa kemudian faktanya dilapangan bantuan yang berasal dari APBD itu benar adanya, hanya saja itu bukan dalam bentuk otoritas sepenuhnya tapi lebih kepada hibah dari daerah kepada unmul karena apa yang berasal dari APBN dirasa kurang (yang berkisar 20%) tersebut. Melihat dari pernyataan dan jawaban dari anggota DPRD KALTIM tersebut kembali terlihat jelas bahwa interdependensi DPRD KALTIM terhadap pusat, sehingga ini lah kemudian membuat kurang maksimalnya pemberian fasilitas maupun infrastruktur kepada unmul. Kemudian adapula yang menarik mengenai peran kelompok penekan (mahasiswa), didapat pula jawaban dari pengamatan anggota DPRD, mereka mengatakan bahwa kinerja atau peran mahasiswa di Kaltim sudah maksimal terutama dalam hal mengingatkan para wakil rakyat terhadap kinerja mereka dan apa-apa saja masalah yang belum diselesaikan melalui gerakan orasi dan demonstrasi. Namun sayangya wakil rakyat tersebut hanya memandang mahasiswa sebagai pengingat tanpa mau dengan baik mendengarkan aspirasi yang mewakili masyarakat, sehingga harus memaksa mahasiswa untuk melakukan orasi lebih dulu baru mau mendengarkan.
Hal yang menarik lainnya adalah diskusi atas pertanyaan masalah “OTSUS” di Kaltim. Dari pertanyaan tersebut didapat pula jawaban bahwa sebenarnya masalah otsus ini lebih menyentuh kepada penyesuaian yang ada di dalam UU No. 23 (amandemen) tentang semangat otonomi daerah. Ini juga didasarkan pada masalah ketimpangan dan kesenjangan antara pembagian hasil yang didapat oleh daerah dari pusat. Mereka berpendapat bahwa program yang dicanangkan oleh Gubernur Kaltim ini lebih kepada tuntutan agar Kaltim bisa mendapatkan keleluasaan dalam mengatur pendapatannya karena melihat bahwa pendapatan provinsi Kaltim jauh besar jika tidak harus distorkan kepusat. Dengan begitu, ini akan lebih memaksimalkan pembangunan Kaltim lebih maju lagi.
Namun, ternyata ini hanya sebuah wacana belaka karena faktanya berdasarkan apa yang disampaikan salah satu anggota DPRD bahwa sebenarnya program otsus ini belum pernah dimasukkan dalam pembahasan sidang paripurna RI. Melihat dari hal tersebut terlihat jelas bahwa DPRD KALTIM masih belum memaksimalkan kinerja mereka dan memberikan hasil yang empirik kepada KALTIM dan masih bergantung pada hal-hal yang sifatnya wacana belaka. Sebagai penutup, kami diberikan izin untuk berkeliling gedung DPRD dan melihat fasilitas maupun infrastruktur yag tersedia didalam gedung DPRD masih banyak kekurangan. Selain itu kami diberikan kesempatan sebagai pengingat bahwa kami HI FISIP UNMUL 2013 telah menunjukkan peranannya sebagai mahasiswa melalui diskusi dalam memahami dan mengidentifikasi masalah maupun isu di Kaltim. Berikutlah beberapa hal yang menjadi masalah diskusi kami dengan anggota DPRD dan beberapa hal yang menjadi bahan kritikan saya kepada DPRD KALTIM atas kekurangan yang masih ada didalamya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar