Pendahuluan
Munculnya sikap apatisme masyarakat
terhadap penyelenggaraan demokrasi di Indonesia khususnya di Kalimantan Timur.
Karena sebagian masyarakat menilai ada atau tidaknya anggota dewan legislatif
daerah tidak secara signifikan dapat mempengaruhi keadaan saat ini. Maka
diperlukan wawasan untuk mengetahui bagaimana kinerja sistem input dan output
terhadap proses pembuatan kebijakan. Dengan kunjungan Mahasiswa Hubungan
Internasional Universitas Mulawarman ke gedung DPRD pada Senin 18 Mei 2015
dapat membuka wawasan dan mengembangkan ilmu dalam bidang Teori Perbandingan
Politik.
Isi
Ketika memasuki gerbang gedung DPRD
di Jl. Teuku Umar, Karang Paci Samarinda, maka
kita akan disuguhkan oleh mobil-mobil yang terparkir di sekitaran komplek DPRD,
namun juga beberapa kendaraan roda dua yang terparkir di dalam komplek DPRD
walaupun kita tidak bisa secara langsung menilai bahwa kesemua kendaraan roda
dua itu milik anggota DPRD, bisa saja milik pegawai-pegawai di DPRD. Namun kita
bisa secara langsung menilai bahwa mobil-mobil yang terparkir di sekitaran
komplek DPRD itu bukanlah milik cleaning service ataupun satpam yang kita temui
di depan gerbang DPRD. Dan saya ingat beberapa kata-kata bijak yang mengatakan
“Tidak ada satupun orang di dunia ini yang bangga
terhadap pejabatnya yang mengendarai mobil mewah”.
Dalam diskusi yang menarik saat itu, anggota dewan
menjelaskan bagaiman input dan output tuntutan
(demands) dan dukungan (support) serta umpan balik dalam proses suatu
kebijakan.
Dalam level tuntutan dan dukungan,
Anggota dewan menjelaskan bahwa setiap orang, kelompok, ataupun mahasiswa mampu
mempengaruhi suatu kebijakan dalam pembuatan perda dan anggaran daerah.
Tentunya dengan representasi oleh anggota dewan di parlemen.
Dalam level kedua dari aktivitas sistem politik terletak pada fungsi-fungsi kemampuan. Dilihat dari Kemampuan ekstraktif yaitu sumberdaya manusia, salah satu anggta dewan
yang paling muda dari dapil Bontang, Ferza Agustia mengatakan bahwa walaupun kita masih muda,
jika kita mau berusaha kita akan mampu. Namun yang perlu dilihat secara
terperinci adalah dalam Easton menjelaskan pentingnya pengaruh variabel
lingkungan intra ataupun ekstrasocietal. Kedua variabel tersebut mempengaruhi
mekanisme input-konversi-output sistem politik. Melihat dari output bahwa peran
nama seorang ayah cukup signifikan dalam menarik suara dalam pilkada.
Dalam level ketiga ditempati oleh fungsi pemeliharaan dan adaptasi. Kedua
fungsi ini ditempati oleh sosialisasi dan rekrutmen politik. Teori sistem
politik Gabriel A. Almond ini kiranya lebih memperjelas maksud dari David
Easton dalam menjelaskan kinerja suatu sistem politik. Pentingnya peran akademisi dalam melakukan dua
fungsi ini mungkin membuat diskusi antara Mahasiswa Unmul dan anggota dewan
lebih banyak diisi oleh motivasi politik yang cenderung saya sacara subjektif
menyimpulkan itu adalah suatu komunikasi politik dalam teori sistem politik
Gabriel Almond adalah totalitas interaksi antar unit-unit yang ada di
dalamnya tidak hanya sebatas pada lembaga-lembaga (aktor-aktor) politik formal
melainkan pula informal. Dapat dibayangkan pengaruh politik struktur-struktur
non formal seperti kharisma Bung Tomo.
Maka perlu juga anggota dewan memunculkan hal ini.
Dan salah satu
anggota dewan ada menjelaskan bahwa anggota dewan berbeda dalam melakukan
kinerjanya sehari-hari, mereka tidak memiliki batasan nyata dam waktu kerja,
karena mengabdi kepada masyarsakat tidak memiliki batasan waktu. Biarlah
mahasiswa menilai bahwa makhluk hidup memiliki fase istirahat dan mengurus
urusan rumah. Secara subyektif saya menyimpulkan bahwa anggota dewan melakukan
kerjanya apabila keluar dari rumah, mengendarai fasilitas negara sambil
mengatakan
“kita perlu
meningkatkan dan memerluka peran pemerintah di sini”.
Keseimbangan di dalam sistem politik menurut
Almond selalu berubah sehingga sistem politik lebih bersifat dinamis ketimbang
statis. Perubahan keseimbangan ini tentu saja tidak lepas dari pengaruh
lingkungan intrasocietal dan extrasocietal.
Penutup
Melihat banyaknya mobil-mobil di
komplek DPRD mengisyaratkan bahwa mayoritas anggota DPRD adalah kalangan yang
memiliki kehidupan menengah atas, bagaimana bisa mereka memahami kehidupan
masyarakat yang tergolong menengah kebawah.
Dalam diskusi ini kita dapat
melihat bahwa konsep sistem masyarakat mampu mepengaruhi output dalam
sistem politik. Namun terbatas oleh interaksi secara tatap muka dengan anggota
dewan di dapil wilayahnya sendiri.
Anggota dewan perlu mendapat
kepercayaan publik dengan mengisi diskusi motivasi dan interaksi intern kepada
mahasiswa, agar kedepan mahasiswa merasa dekat dengan sistem politik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar