Kamis, 02 Juli 2015

Hamdi Abdillah - 1302045113 - Refleksi "Mengenal Parlemen Lebih Dekat


Nama : Hamdi Abdillah
Nim :   1302045113
Hubungan Internasional Reguler B 2013  '



 Refleksi "Mengenal Parlemen Lebih Dekat"


Pada Senin, 18 Mei, Saya beserta semua kawan-kawan dari Program Studi Hubungan Internasional FISIP UNMUL melakukan kunjungan ke DPRD Kalimantan Timur karena ada kegiatan seminar bertajuk “Mengenal Parlemen Lebih Dekat”. Ini kali pertama Saya masuk ke dalam gedung DPRD Kaltim. 

Seminar saat itu menghadirkan beberapa pembicara dari anggota DPRD Kaltim, yaitu : Bapak Adam, Bapak Erza Adityawarman, Bapak Hermanto Kelod, Bapak Mursidi Muslim, Ibu Rita Barito,Bapak Rosyidi, dan Ibu Siti Qomariah. Dari seminar tersebut banyak hal yang saya dapatkan.

Bahwa ternyata Anggota DPRD tidak dibatasi jam kerjanya seperti PNS atau perusahaan lainnya yang memiliki batas jam kerja. Anggota DPRD diminta kehadirannya saat ada rapat paripurna atau rapat komisi. Jika tidak ada agenda, anggota DPRD berada di daerah pemilihan masing-masing bukan berarti tidak bekerja tetapi merupakan bagian dari tugas anggota DPRD karena tugas dan peran mereka melekat dimana saja. Persepsi masyarakat, Anggota DPRD dianggap sosok Super Power karena dapat menyelesaikan semua masalah.Namun, kenyataannya tidak semua persoalan menjadi tugas DPRD.
Anggota DPRD juga mengatakan mereka lebih senang melakukan diskusi bersama mahasiswa di dalam forum seperti seminar kemarin, dari pada mahasiswa harus melakukan tindakan merusak disetiap demonstrasi yang dilakukan. 

Yang menarik dalam seminar kemarin menurut saya adalah diskusi tentang Otonomi Khusus yang diwacanakan oleh Gubernur Kaltim Bapak Awang. Disatu sisi, Kaltim menyumbang banyak dalam pemasukan kas negara dan Kaltim sendiri mebutuhkan dana yang lebih dari anggaran sekarang yang diberikan pemerintah kepada Kaltim untuk mempercepat pembangunan beberapa project serta perbaikan infrasturktur di wilayah Kaltim. Tapi disisi lain apakah Kaltim sudah siap mendapatkan Otonomi Khususnya? Bercermin kepada Papua Barat yang telah mendapatkan Otonomi Khusus namun yang terjadi pembangunan tetap bergerak lamban, serta dana lebih yang diberikan pusat justru dijadikan lahan korupsi bagi pejabat di sana, sehingga saat ini Papua Barat menjadi provinsi terkorup di Indonesia saat ini.

Yang mengejutkan saya, dari perkataan anggota DPRD kemarin ternyata para anggota DPRD Kaltim sendiri belum pernah melakukan pembahasan mengenai Otsus ini di Parlemen pusat. Menurut mereka, untuk mendapatkan Otonomi Khusus butuh perjuangan yang panjang dan waktu yang sangat lama. Saat ini di Kaltim daerah-daerah selain Samarinda masih jarang yang benar-benar memperjuangkan untuk Kaltim memperoleh Otsus. Baner serta spanduk otsus akan sangat jarang ditemui di daerah lain selain Samarinda. 

Dari kegiatan seminar tersebut anggota Dewan juga mengatakan bahwa motor penggerak perubahan di Indonesia selama ini adalah Mahasiswa, seperti yang terjadi di tahun 98’. Orang yang peduli dengan daerah dan bangsa dan mampu membuat perubahan adalah orang terpelajar yang merupakan lokomotif perubahan. Oleh karena itu sebagai mahasiswa tidak boleh buta huruf, yaitu buta tentang IT, tidak menguasai bahasa asing dan ada mahasiswa yang tidak mandiri. Agar mampu bersaing di dunia maka 3 hal tersebut harus dikuasai.

Setelah mengikuti seminar dan diskusi, kami mahasiswa HI kemudian berjalan-jalan di dalam gedung DPRD Kaltim, sekedar melihat dan merasakan tempat kerja orang-orang Dewan yang terhormat. Kemudian sebelum pulang kami melakukan foto bersama. 

Kritik yang bisa saya berikan mungkin agar kegiatan seminar dan diskusi seperti ini dijadikan agenda tahunan para anggota DPRD, agar mereka dapat mendengarkan keluhan dimasyarakat yang ditampung oleh para mahasiswa. Dikarenakan menurut saya jangan sampai anggota Dewan hanya melakukan studi banding kemana-mana namun tidak memiliki hasil. Akan lebih baik mereka melakukan diskusi dengan orang terpelajar yang perduli terhadap lingkungan sekitar, dalam hal ini mahasiswa. Bukankah tidak etis, Wakil rakyat memiliki kedudukan yang lebih tinggi dibandingkan Rakyatnya sendiri, dimana mereka hanya “Wakil”. 

Jangan pernah bosan mendengarkan keluhan rakyat, jangan pernah bosan dengan permasalah yang dihadapi oleh daerah-daerah di Kaltim. Politik bagai sebuah pisau, apabila koki yang memegang pisau maka dapat menghasilkan hidangan yang lezat tetapi apabila pisau tersebut dipegang oleh orang-orang yang tidak beriman maka banyak orang yang terbunuh. Maka jadilah “KOKI” bagi rakyat di Kalimantan Timur khususnya.

Setelah mengikuti seminar ini, melalui mata kuliah Teori Perbandingan Politik, bahwa DPRD Provinsi memiliki peranan yang bebeda dengan DPRD Kota. DPRD Provinsi bertanggung jawab kepada pusat serta melakukan pembuatan kebijakan berdasarkan kebutuhan dari dapil masing-masing anggota dewan, sedangkan DPRD Kota bertanggung jawab kepada walikota dan melakukan pembuatan kebijakan bersangkutan dengan kebutuhan kota itu sendiri. Selain itu, Karakteristik anggota DPRD berbeda dari masing-masing daerah karena perbedaan masalah yang dihadapi. Seperti di DAPIL Samarinda yang mengeluhkan masalah banjir dan debu akibat tambang batu bara. Namun di Balikpapan tidak ada keluhan banjir dan debu karena tidak dibukanya izin pertambangan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar