Nama : Hamdi Abdillah
Nim : 1302045113
Pada Senin, 18 Mei, Saya beserta semua kawan-kawan
dari Program Studi Hubungan Internasional FISIP UNMUL melakukan kunjungan ke
DPRD Kalimantan Timur karena ada kegiatan seminar bertajuk “Mengenal Parlemen
Lebih Dekat”. Ini kali pertama Saya masuk ke dalam gedung DPRD Kaltim.
Seminar saat itu menghadirkan beberapa pembicara
dari anggota DPRD Kaltim, yaitu : Bapak Adam, Bapak Erza Adityawarman, Bapak
Hermanto Kelod, Bapak Mursidi Muslim, Ibu Rita Barito,Bapak Rosyidi, dan Ibu
Siti Qomariah. Dari seminar tersebut banyak hal yang saya dapatkan.
Bahwa ternyata Anggota DPRD tidak dibatasi jam
kerjanya seperti PNS atau perusahaan lainnya yang memiliki batas jam kerja. Anggota
DPRD diminta kehadirannya saat ada rapat paripurna atau rapat komisi. Jika
tidak ada agenda, anggota DPRD berada di daerah pemilihan masing-masing bukan
berarti tidak bekerja tetapi merupakan bagian dari tugas anggota DPRD karena
tugas dan peran mereka melekat dimana saja. Persepsi masyarakat, Anggota DPRD
dianggap sosok Super Power karena dapat menyelesaikan semua masalah.Namun,
kenyataannya tidak semua persoalan menjadi tugas DPRD.
Anggota DPRD juga mengatakan mereka lebih senang
melakukan diskusi bersama mahasiswa di dalam forum seperti seminar kemarin,
dari pada mahasiswa harus melakukan tindakan merusak disetiap demonstrasi yang
dilakukan.
Yang menarik dalam seminar kemarin menurut saya adalah
diskusi tentang Otonomi Khusus yang diwacanakan oleh Gubernur Kaltim Bapak Awang.
Disatu sisi, Kaltim menyumbang banyak dalam pemasukan kas negara dan Kaltim
sendiri mebutuhkan dana yang lebih dari anggaran sekarang yang diberikan
pemerintah kepada Kaltim untuk mempercepat pembangunan beberapa project serta
perbaikan infrasturktur di wilayah Kaltim. Tapi disisi lain apakah Kaltim sudah
siap mendapatkan Otonomi Khususnya? Bercermin kepada Papua Barat yang telah
mendapatkan Otonomi Khusus namun yang terjadi pembangunan tetap bergerak
lamban, serta dana lebih yang diberikan pusat justru dijadikan lahan korupsi
bagi pejabat di sana, sehingga saat ini Papua Barat menjadi provinsi terkorup
di Indonesia saat ini.
Yang mengejutkan saya, dari perkataan anggota DPRD
kemarin ternyata para anggota DPRD Kaltim sendiri belum pernah melakukan
pembahasan mengenai Otsus ini di Parlemen pusat. Menurut mereka, untuk
mendapatkan Otonomi Khusus butuh perjuangan yang panjang dan waktu yang sangat
lama. Saat ini di Kaltim daerah-daerah selain Samarinda masih jarang yang
benar-benar memperjuangkan untuk Kaltim memperoleh Otsus. Baner serta spanduk
otsus akan sangat jarang ditemui di daerah lain selain Samarinda.
Dari kegiatan seminar tersebut anggota Dewan juga
mengatakan bahwa motor penggerak perubahan di Indonesia selama ini adalah
Mahasiswa, seperti yang terjadi di tahun 98’. Orang yang peduli dengan daerah
dan bangsa dan mampu membuat perubahan adalah orang terpelajar yang merupakan
lokomotif perubahan. Oleh karena itu sebagai mahasiswa tidak boleh buta huruf,
yaitu buta tentang IT, tidak menguasai bahasa asing dan ada mahasiswa yang
tidak mandiri. Agar mampu bersaing di dunia maka 3 hal tersebut harus dikuasai.
Setelah mengikuti seminar dan diskusi, kami
mahasiswa HI kemudian berjalan-jalan di dalam gedung DPRD Kaltim, sekedar
melihat dan merasakan tempat kerja orang-orang Dewan yang terhormat. Kemudian
sebelum pulang kami melakukan foto bersama.
Kritik yang bisa saya berikan mungkin agar kegiatan
seminar dan diskusi seperti ini dijadikan agenda tahunan para anggota DPRD,
agar mereka dapat mendengarkan keluhan dimasyarakat yang ditampung oleh para
mahasiswa. Dikarenakan menurut saya jangan sampai anggota Dewan hanya melakukan
studi banding kemana-mana namun tidak memiliki hasil. Akan lebih baik mereka
melakukan diskusi dengan orang terpelajar yang perduli terhadap lingkungan
sekitar, dalam hal ini mahasiswa. Bukankah tidak etis, Wakil rakyat memiliki
kedudukan yang lebih tinggi dibandingkan Rakyatnya sendiri, dimana mereka hanya
“Wakil”.
Jangan pernah bosan mendengarkan keluhan rakyat,
jangan pernah bosan dengan permasalah yang dihadapi oleh daerah-daerah di
Kaltim. Politik bagai sebuah pisau, apabila koki yang memegang pisau maka dapat
menghasilkan hidangan yang lezat tetapi apabila pisau tersebut dipegang oleh
orang-orang yang tidak beriman maka banyak orang yang terbunuh. Maka jadilah
“KOKI” bagi rakyat di Kalimantan Timur khususnya.
Setelah
mengikuti seminar ini, melalui mata kuliah Teori Perbandingan Politik, bahwa
DPRD Provinsi memiliki peranan yang bebeda dengan DPRD Kota. DPRD Provinsi
bertanggung jawab kepada pusat serta melakukan pembuatan kebijakan berdasarkan
kebutuhan dari dapil masing-masing anggota dewan, sedangkan DPRD Kota
bertanggung jawab kepada walikota dan melakukan pembuatan kebijakan
bersangkutan dengan kebutuhan kota itu sendiri. Selain itu, Karakteristik
anggota DPRD berbeda dari masing-masing daerah karena perbedaan masalah yang
dihadapi. Seperti di DAPIL Samarinda yang mengeluhkan masalah banjir dan debu
akibat tambang batu bara. Namun di Balikpapan tidak ada keluhan banjir dan debu
karena tidak dibukanya izin pertambangan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar