Kamis, 02 Juli 2015

Gusmawati - 1302045128 - Refleksi "Mengenal Parlemen Lebih Dekat"


Nama   : Gusmawati
NIM    : 1302045128
Hubungan Internasional Reguler B 2013  '




 Refleksi "Mengenal Parlemen Lebih Dekat"



Kunjungan ini dilaksanakan pada hari Senin, 18 Mei 2015. Diskusi ini diisi oleh Bapak/Ibu yang menjabat sebagai anggota di DPRD Prov.KalTim, sebagai berikut:
  1. Bapak Adam (Fraksi HANURA)
  1. Bapak Erza Adityawarman (DAPIL 5 BONTANG, KUTIM, BERAU)
  1. Bapak Hermanto Kewot (Fraksi PDIP, DAPIL 3 PPU, PASER)
  1. Bapak Mursidi Muslim (DAPIL 4 KUKAR, KUBAR, MAHAKAM ULU)
  1. Ibu Rita Artati Barito (Fraksi GOLKAR)
  1. Bapak Ahmad Rosyidi (Fraksi PPP, DAPIL 2 BALIKPAPAN)
  1. Ibu Siti Qomariah (Fraksi PAN, DAPIL 1 SAMARINDA)

Dalam diskusi ini, banyak hal yang kita bahas, mulai dari jumlah anggota DPRD yang berjumlah 55 orang, yang ditentukan dari banyaknya jumlah penduduk. Ketua DPRD adalah partai yang mempunyai terbanyak suara yaitu GOLKAR. Dan wakil ketua ada Tiga, PDIP, DEMOKRAT, dan GERINDRA. Dan yang masuk ada 10 partai dan 9 fraksi, 1 fraksi minimal 4 orang dan 4 komisi.
1.      Komisi 1 bidang Pemerintahan Hukum dan HAM
2.      Komisi 2 bidang Ekonomi dan Keuangan
3.      Komisi 3 bidang Pembangunan
4.      Komisi 4 bidang Kesejahteraan Rakyat ( Pendidikan, Kesehatan, dll)
DPRD Prov.KalTim adalah sebuah organisasi memiliki peraturan organisasi dan anggaran dasar ART yang mengatur.  Tata tertib DPRD Samarinda turunan dari UU No.27/GP 16 yang mengatur tentang susunan dan kedudukan anggota DPRD. Tata tertib berisi antara lain cara berpakaian ketika mengikuti rapat ( sesuai jenis rapat ) serta Hak dan kewajiban. Politik praktis tidak bisa diukur cara kerjanya seperti bekerja di sebuah perusahaan atau birokrat. Anggota DPRD tidak dibatasi jam kerjanya seperti PNS atau perusahaan lainnya yang memiliki batas jam kerja. Anggota DPRD diminta kehadirannya saat ada rapat paripurna atau rapat komisi. Rapat paripurna disamarinda sudah yang ke 10. Ruang rapat digunakan untuk rapat masalah pembangunan Samarinda dan anggaran pembangunan di Kalimantan Timur. Jika tidak ada agenda, anggota DPRD berada di daerah pemilihan masing-masing dan bukan berarti tidak bekerja tetapi merupakan bagian dari tugas anggota DPRD karena tugas dan peran anggota DPRD melekat dimana saja. Persepsi masyarakat, Anggota DPRD dianggap sosok Super Power karena dapat menyelesaikan semua masalah. Namun, kenyataannya tidak semua persoalan yang masuk menjadi tugas anggota DPRD. Karakteristik anggota DPRD berbeda dari masing-masing daerah karena berbedanya masalah yang dihadapi. Seperti di DAPIL Samarinda yang mengeluhkan masalah banjir dan debu serta akibat dari tambang batu bara. Namun di Balikpapan tidak ada keluhan banjir dan debu karena tidak dibukanya izin pertambangan. Dan harus fokus minimal 1 dan 2 yang harus diperjuangkan.

Ada juga penjelasan mengenai Fungsi dan Tugas DPRD, yaitu membuat peraturan daerah atau kebijakan dalam lingkup daerah, alokasi anggaran, dan mengontrol anggaran yang masuk ke daerah, serta mengontrol peratuan daerah. Usulan untuk perimbangan keuangan No.33 Tahun 2004, mengusulkan untuk membentuk Tim Terpadu karena naskah akademik dianggap tidak terlalu penting, karena PDRB Kalimantan Timur disumbangkan ke negara Indonesia sebesar 470 T – 510 T, lalu dari pusat dikembalikan ke daerah dari hasil migas 15,5% atau 180 T, UU perimbangan keuangan pasal 33 tahun 2004, dari hasil migas KalTim mendapatkan 15,5%, untuk provinsi 3%, untuk daerah penghasil 6%, untuk daerah bukan penghasil dibagi rata 6%, pendidikan 0,5% . Anggaran Samarinda sekarang hanya 7 T – 15 T, 3%x180 T= 50 T lebih ( seharusnya) namun dikurangkan oleh pusat. Hal inilah yang membuat mengapa pentingnya dibuat Tim Terpadu. Yang sedang diperjuangkan oleh anggota DPRD Samarinda yaitu OTSUS. 

            Dan ada pertanyaan dari beberapa teman, sebagai berikut:
1.      Apakah ada peran mahasiswa dalam sistem politik di KALTIM? Dan apa harapan dari anggota DPRD itu sendiri terhadap mahasiswa, misalkan mahasiswa melakukan demonstrasi atau diskusi langsung dengan anggota DPRD?

Jawab: Peranan mahasiswa yang penting adalah mengkritisi apa yang salah oleh kebijakan yang dikeluarkan oleh DPRD. Misalnya, tidak meratanya pembagian terhadap beasiswa kaltim cemerlang. Mahasiswa lebih baik berkunjung langsung ke gedung DPRD bukan dijalanan, berdemo dan merusak fasilitas. 

2.      Apakah kebijakan yang sudah dikeluarkan masih memerlukan sosialisasi politik dan komunikasi politik untuk masyarakat? Sosialisasi politik dan komunikasi politik yang seperti apa? Dan apakah kegiatan tersebut sudah di laksanakan di Samarinda?

Jawab: Kebijakan yang sudah dikeluarkan oleh DPRD sudah disosialisasikan dan ada PERDA yang mengatur tentang, pertama kewajiban membuat kebijakan daerah, kedua budgeting (mengalokasikan anggaran), dan ketiga control oleh pemerintah. 

3.      Anggaran pendidikan di Indonesia sebesar 20%, apakah anggran tersebut cukup? Karena jika dibandingkan dengan negara-negara lain di ASEAN lebih dari 20%. Dan berapakah dana yang sampai ke KalTim khususnya UNMUL? Dan Otonomi Khusus yang diminta oleh Samarinda kepada pusat, apa yang ditawarkan oleh DPRD Samarinda?

Jawab: Periode sebelum 2014-2019, UNMUL diberikan dana sebesar 600-700 Milyar. Sebenarnya Universitas (Pendidikan) bukan tanggung jawab oleh APBD tetapi APBN sesuai didalam UU. Namun, DPRD yang membantu dalam bentuk hibah dan sudah dikomunikasikan oleh Gubernur KalTim. Anggaran 20% (sesuai dengan UU) itu juga dibagi kedalam pembangunan infrastruktur, pertanian dan SDM (pendidikan,kesehatan dan ekonomi). 

Otonomi Khusus masih dibicarakan oleh anggota DPRD Samarinda namun belum dikeluarkan oleh Gubernur KalTim pada rapat paripurna di DPR RI. Dan tmasih terus menjadi perbincangan. Di Paser menuntut adanya perbaikan infrastruktur yang sudah ada, misalnya jalanan dari Banjarmasin ke Samarinda. Dengan OTSUS dapat membantu perbaikan infrastruktur tersebut. Otonomi khusus harus memiliki syarat-syarat tertentu, salah satunya adanya ‘kekhususan pada suatu daerah’ dan infrastruktur yang memadai.

 Dan hasil dari diskusi di DPRD, dapat dilihat bahwa DPRD belum mampu menjadi lembaga yang sesuai, karena masih banyak anggota DPRD yang menganggap remeh suara masyarakat, dapat dilihat waktu diskusi. Masih banyak anggota DPRD yang merokok dalam ruangan serta mengangangkat telephone saat diskusi berlangsung. Dan hal itu pasti akan membuat membuat kepercayaan masyarakat berkurang serta menganggap DPRD tidak professional. Dan hal ini masih dianggap sepele oleh mayoritas anggota DPRD. Masih banyak diantara anggota DPRD yang belum memahami fungsi yang seharusnya dilaksanakan oleh DPRD. Para anggota DPRD seharusnya melakukan introspeksi dan menyadari bahwa masih terdapat berbagai kekurangan atau kelemahan, sehingga kekurangan dan kelemahan tersebut dapat dicarikan solusi guna memperbaiki dan menguatkan pelaksanaan fungsi yang melakat pada lembaga DPRD. Serta DPRD juga perlu untuk membuka/menyediakan wadah komunikasi yang setiap saat dapat diakses secara mudah, murah dan luas oleh masyarakat untuk menyampaikan aspirasi dan informasi kepada DPRD.

Menurut Teori David Easton, sistem politik dikelilingi oleh sistem-sistem lain seperti sistem lingkungan/non politik. Adanya interaksi antar unit-unit yang ada didalamnya yang tidak hanya sebatas pada lembaga-lembaga atau aktor politik formal saja melainkan aktor informal.

Serta adanya Input (masukan) yang terus menerus dalam sistem politik serta adanya Output (sesuatu yang dihasilkan) atau mencapai suatu kebijakan, karena jika tidak ada input (aspirasi masyarakat) maka sistem politik tidak dapat bekerja dengan baik. Dan masukan-masukan yang datang menjadi energi sehingga sistem dapat berjalan dengan lancar. Tapi kenyataannya aspirasi masyarakat tekadang tidak dihiraukan, serta sangat minim adanya interaksi yang dilakukan antara anggota DPRD dengan masyarakat. Peran masyarakat sendiri masih sering dianggap hal yang sepele, tidak mau mendengar dan menyerap aspirasi masyarakat. Seharusnya dalam pengambilan kebijakan harus lebih partisipatif, sehingga terdapat hubungan yang saling mempengaruhi dalam pengambilan kebijakan. Seperti aspirasi masyarakat yang disuarakan sebagai tuntutan politik sehingga dapat mempengaruhi proses pembuatan kebijakan.

Dapat dilihat dari diskusi kemaren, banyak anggota DPRD yang menganggap sepele aspirasi dari Mahasiswa Hubungan Internasional. Mereka menjawab pertanyaan dari teman-teman tidak begitu mendalam. Serta ada anggota DPRD yang keluar sebelum diskusi berakhir. Bagaimana sistem dapat berjalan dengan baik jika anggota DPRD saja masih banyak yang belum menjalankan tugas dan fungsinya dengan baik.

Diskusi pun beerjalan dengan lancar dan semua pertanyaan terjawab tetapi karena keterbatasan waktu membuat masih banyak mahasiswa yang belum mendapatkan kesempatan bertanya kepada anggota DPRD Prov.KalTim.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar