Nama : Gusmawati
NIM : 1302045128
Kunjungan
ini dilaksanakan pada hari Senin, 18 Mei 2015. Diskusi ini diisi oleh Bapak/Ibu
yang menjabat sebagai anggota di DPRD Prov.KalTim, sebagai berikut:
- Bapak Adam (Fraksi HANURA)
- Bapak Erza Adityawarman (DAPIL 5 BONTANG, KUTIM, BERAU)
- Bapak Hermanto Kewot (Fraksi PDIP, DAPIL 3 PPU, PASER)
- Bapak Mursidi Muslim (DAPIL 4 KUKAR, KUBAR, MAHAKAM ULU)
- Ibu Rita Artati Barito (Fraksi GOLKAR)
- Bapak Ahmad Rosyidi (Fraksi PPP, DAPIL 2 BALIKPAPAN)
- Ibu Siti Qomariah (Fraksi PAN, DAPIL 1 SAMARINDA)
Dalam
diskusi ini, banyak hal yang kita bahas, mulai dari jumlah anggota DPRD yang
berjumlah 55 orang, yang ditentukan dari banyaknya jumlah penduduk. Ketua DPRD
adalah partai yang mempunyai terbanyak suara yaitu GOLKAR. Dan wakil ketua ada
Tiga, PDIP,
DEMOKRAT, dan GERINDRA. Dan yang masuk ada 10 partai dan 9 fraksi, 1 fraksi
minimal 4 orang dan 4 komisi.
1. Komisi 1 bidang Pemerintahan Hukum dan HAM2. Komisi 2 bidang Ekonomi dan Keuangan3. Komisi 3 bidang Pembangunan
4. Komisi 4 bidang Kesejahteraan Rakyat ( Pendidikan, Kesehatan, dll)
DPRD
Prov.KalTim adalah sebuah
organisasi memiliki peraturan organisasi dan anggaran dasar ART yang
mengatur. Tata tertib DPRD Samarinda
turunan dari UU No.27/GP 16 yang mengatur tentang susunan dan kedudukan anggota
DPRD. Tata tertib berisi antara lain cara
berpakaian ketika mengikuti rapat ( sesuai jenis rapat ) serta Hak dan
kewajiban. Politik praktis tidak bisa diukur cara kerjanya seperti bekerja di
sebuah perusahaan atau birokrat. Anggota DPRD tidak dibatasi jam kerjanya
seperti PNS atau perusahaan lainnya yang memiliki batas jam kerja. Anggota DPRD
diminta kehadirannya saat ada rapat paripurna atau rapat komisi. Rapat
paripurna disamarinda sudah yang ke 10. Ruang rapat digunakan untuk rapat
masalah pembangunan Samarinda dan anggaran pembangunan di Kalimantan Timur.
Jika tidak ada agenda, anggota DPRD berada di daerah pemilihan masing-masing
dan bukan berarti tidak bekerja tetapi merupakan bagian dari tugas anggota DPRD
karena tugas dan peran anggota DPRD melekat dimana saja. Persepsi masyarakat,
Anggota DPRD dianggap sosok Super Power karena dapat menyelesaikan semua
masalah. Namun, kenyataannya tidak semua persoalan yang masuk menjadi tugas
anggota DPRD. Karakteristik anggota DPRD berbeda dari masing-masing daerah
karena berbedanya masalah yang dihadapi. Seperti di DAPIL Samarinda yang
mengeluhkan masalah banjir dan debu serta akibat dari tambang batu bara. Namun
di Balikpapan tidak ada keluhan banjir dan debu karena tidak dibukanya izin
pertambangan. Dan harus fokus minimal 1 dan 2 yang harus diperjuangkan.
Ada juga
penjelasan mengenai Fungsi dan Tugas DPRD, yaitu membuat peraturan daerah atau
kebijakan dalam lingkup daerah, alokasi anggaran, dan mengontrol anggaran yang
masuk ke daerah, serta mengontrol peratuan daerah. Usulan untuk perimbangan
keuangan No.33 Tahun 2004, mengusulkan untuk membentuk Tim Terpadu karena
naskah akademik dianggap tidak terlalu penting, karena PDRB Kalimantan Timur
disumbangkan ke negara Indonesia sebesar 470 T – 510 T, lalu dari pusat
dikembalikan ke daerah dari hasil migas 15,5% atau 180 T, UU perimbangan
keuangan pasal 33 tahun 2004, dari hasil migas KalTim mendapatkan 15,5%, untuk
provinsi 3%, untuk daerah penghasil 6%, untuk daerah bukan penghasil dibagi
rata 6%, pendidikan 0,5% . Anggaran Samarinda sekarang hanya 7 T – 15 T, 3%x180
T= 50 T lebih ( seharusnya) namun dikurangkan oleh pusat. Hal inilah yang
membuat mengapa pentingnya dibuat Tim Terpadu. Yang sedang diperjuangkan oleh
anggota DPRD Samarinda yaitu OTSUS.
Dan ada
pertanyaan dari beberapa teman, sebagai berikut:
1.
Apakah
ada peran mahasiswa dalam sistem politik di KALTIM? Dan apa harapan dari
anggota DPRD itu sendiri terhadap mahasiswa, misalkan mahasiswa melakukan
demonstrasi atau diskusi langsung dengan anggota DPRD?
Jawab: Peranan
mahasiswa yang penting adalah mengkritisi apa yang salah oleh kebijakan yang
dikeluarkan oleh DPRD. Misalnya, tidak meratanya pembagian terhadap beasiswa
kaltim cemerlang. Mahasiswa lebih baik berkunjung langsung ke gedung DPRD bukan
dijalanan, berdemo dan merusak fasilitas.
2.
Apakah
kebijakan yang sudah dikeluarkan masih memerlukan sosialisasi politik dan
komunikasi politik untuk masyarakat? Sosialisasi politik dan komunikasi politik
yang seperti apa? Dan apakah kegiatan tersebut sudah di laksanakan di
Samarinda?
Jawab: Kebijakan
yang sudah dikeluarkan oleh DPRD sudah disosialisasikan dan ada PERDA yang
mengatur tentang, pertama kewajiban membuat kebijakan daerah, kedua budgeting
(mengalokasikan anggaran), dan ketiga control oleh pemerintah.
3.
Anggaran
pendidikan di Indonesia sebesar 20%, apakah anggran tersebut cukup? Karena jika
dibandingkan dengan negara-negara lain di ASEAN lebih dari 20%. Dan berapakah
dana yang sampai ke KalTim khususnya UNMUL? Dan Otonomi Khusus yang diminta
oleh Samarinda kepada pusat, apa yang ditawarkan oleh DPRD Samarinda?
Jawab: Periode sebelum 2014-2019, UNMUL diberikan dana sebesar
600-700 Milyar. Sebenarnya Universitas (Pendidikan) bukan tanggung jawab oleh
APBD tetapi APBN sesuai didalam UU. Namun, DPRD yang membantu dalam bentuk
hibah dan sudah dikomunikasikan oleh Gubernur KalTim. Anggaran 20% (sesuai
dengan UU) itu juga dibagi kedalam pembangunan infrastruktur, pertanian dan SDM
(pendidikan,kesehatan dan ekonomi).
Otonomi Khusus masih dibicarakan oleh anggota DPRD Samarinda namun belum dikeluarkan oleh Gubernur KalTim pada rapat paripurna di DPR RI. Dan tmasih terus menjadi perbincangan. Di Paser menuntut adanya perbaikan infrastruktur yang sudah ada, misalnya jalanan dari Banjarmasin ke Samarinda. Dengan OTSUS dapat membantu perbaikan infrastruktur tersebut. Otonomi khusus harus memiliki syarat-syarat tertentu, salah satunya adanya ‘kekhususan pada suatu daerah’ dan infrastruktur yang memadai.
Otonomi Khusus masih dibicarakan oleh anggota DPRD Samarinda namun belum dikeluarkan oleh Gubernur KalTim pada rapat paripurna di DPR RI. Dan tmasih terus menjadi perbincangan. Di Paser menuntut adanya perbaikan infrastruktur yang sudah ada, misalnya jalanan dari Banjarmasin ke Samarinda. Dengan OTSUS dapat membantu perbaikan infrastruktur tersebut. Otonomi khusus harus memiliki syarat-syarat tertentu, salah satunya adanya ‘kekhususan pada suatu daerah’ dan infrastruktur yang memadai.
Dan hasil dari
diskusi di DPRD, dapat dilihat bahwa DPRD belum mampu menjadi lembaga yang
sesuai, karena masih banyak anggota DPRD yang menganggap remeh suara
masyarakat, dapat dilihat waktu diskusi. Masih banyak anggota DPRD yang merokok
dalam ruangan serta mengangangkat telephone saat diskusi berlangsung. Dan hal
itu pasti akan membuat membuat
kepercayaan masyarakat berkurang serta menganggap DPRD tidak professional. Dan hal ini masih dianggap sepele
oleh mayoritas anggota DPRD. Masih banyak diantara anggota DPRD yang belum
memahami fungsi yang seharusnya dilaksanakan oleh DPRD. Para anggota
DPRD seharusnya melakukan introspeksi dan menyadari bahwa masih terdapat
berbagai kekurangan atau kelemahan, sehingga kekurangan dan kelemahan tersebut
dapat dicarikan solusi guna memperbaiki dan menguatkan pelaksanaan fungsi yang
melakat pada lembaga DPRD. Serta DPRD juga perlu untuk membuka/menyediakan
wadah komunikasi yang setiap saat dapat diakses secara mudah, murah dan luas oleh
masyarakat untuk menyampaikan aspirasi dan informasi kepada DPRD.
Menurut Teori David Easton, sistem
politik dikelilingi oleh sistem-sistem lain seperti sistem lingkungan/non
politik. Adanya interaksi antar unit-unit yang ada didalamnya yang tidak hanya
sebatas pada lembaga-lembaga atau aktor politik formal saja melainkan aktor
informal.
Serta adanya Input (masukan) yang
terus menerus dalam sistem politik serta adanya Output (sesuatu yang
dihasilkan) atau mencapai suatu kebijakan, karena jika tidak ada input
(aspirasi masyarakat) maka sistem politik tidak dapat bekerja dengan baik. Dan
masukan-masukan yang datang menjadi energi sehingga sistem dapat berjalan
dengan lancar. Tapi kenyataannya aspirasi masyarakat tekadang tidak dihiraukan,
serta sangat minim adanya interaksi yang dilakukan antara anggota DPRD dengan
masyarakat. Peran masyarakat sendiri masih sering dianggap hal yang sepele,
tidak mau mendengar dan menyerap aspirasi masyarakat. Seharusnya dalam
pengambilan kebijakan harus lebih partisipatif, sehingga terdapat hubungan yang
saling mempengaruhi dalam pengambilan kebijakan. Seperti aspirasi masyarakat
yang disuarakan sebagai tuntutan politik sehingga dapat mempengaruhi proses
pembuatan kebijakan.
Dapat
dilihat dari diskusi kemaren, banyak anggota DPRD yang menganggap sepele
aspirasi dari Mahasiswa Hubungan Internasional. Mereka menjawab pertanyaan dari
teman-teman tidak begitu mendalam. Serta ada anggota DPRD yang keluar sebelum
diskusi berakhir. Bagaimana sistem dapat berjalan dengan baik jika anggota DPRD
saja masih banyak yang belum menjalankan tugas dan fungsinya dengan baik.
Diskusi
pun beerjalan dengan lancar dan semua pertanyaan terjawab tetapi karena
keterbatasan waktu membuat masih banyak mahasiswa yang belum mendapatkan
kesempatan bertanya kepada anggota DPRD Prov.KalTim.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar