Nama
: Gusmawati
NIM : 1302045128
Kelas : HI Reg B
ASEAN
Way dapat dikatakan sebagai cara-cara ASEAN dalam menanggapi dan
menanggulangi permasalahan yang ada. Secara sederhana ASEAN Way juga
merupakan suatu pembentukan identitas bagi negara-negara Asia Tenggara di
tengah maraknya dominasi negara-negara Barat dan juga negara maju. ASEAN Way
dapat menjadi suatu pedoman bagi negara Asia Tenggara khususnya untuk bertindak
atau dalam menyelesaikan masalah. Norma dan prinsip yang menjadi
pondasi keberlangsungan hubungan antar anggota ASEAN adalah:
1. Menentang penggunaan kekerasan dan mengutamakan
solusi damai
2. Otonomi regional
3. Tidak mencampuri urusan internal negara anggota lain
(prinsip non intervensi)
4. Menentang pakta militer dan mendukung kerjasama
pertahanan bilateral
Salah
satu prinsip utama ASEAN Way adalah non-intervensi. Sejak awal berdirinya, prinsip non-intervensi telah
diterapkan oleh anggota ASEAN. Prinsip non intervensi adalah prinsip
yang mengemukakan bahwa suatu negara tidak memiliki hak untuk mencampuri urusan atau
pemasalahan dalam negeri dari suatu negara lain. Setiap negara anggota ASEAN
pun telah bersepakat untuk menentang setiap bentuk campur tangan suatu Negara
(baik sesama maupun bukan sesama anggota ASEAN) terhadap masalah dalam negeri
negara lainnya. Prinsip non intervensi mengandung
nilai-nilai penghormatan terhadap kedaulatan dan integritas teritorial dari
setiap negara, penyelesaian setiap masalah politik melalui perundingan, serta
peningkatan kerjasama dalam aspek keamanan danpertahanan wilayah sesuai dengan
salah satu tujuan pembentukan ASEAN yaitu “to promote peace in the
region”.
Oleh
karena itu, perlu adanya suatu perumusan ulang terhadap bagaimana prinsip non intervensi
memengaruhi pola interaksi bangsa-bangsa di ASEAN, terutama dengan mengemukanya
konflik kemanusiaan yang dialami oleh etnis Rohingya di Myanmar. Meskipun fakta
di lapangan menunjukkan banyak indikasi telah terjadinya pelanggaran HAM, namun
negara-negara ASEAN lainnya tidak mengambil sikap apapun walau mendapat kecaman
dan desakan dari warga negara masing-masing serta komunitas global karena
keberadaan prinsip non intervensi yang harus dipatuhi.
Konflik
Rohingya merupakan permasalahan klasik bagi ASEAN. Etnis Rohingya merupakan
satu dari 135 etnis yang ada di Myanmar. Etnis Rohingya banyak mendapatkan
tindak diskriminasi baik dilakukan oleh warga atau bahkan oleh pemerintahnya.
Etnis Rohingya memang bukan satu satunya etnis yang mendapatkan tindakan
diskriminasi, etnis lain seperti Christian\Karen, Chin, Kachin dan Mon5 juga
mendapatkan perlakuan diskriminasi. Namun, yang membedakan, hanya etnis
Rohingya yang tidak diakui sebagai warga negara Myanmar.
Terlepas dari diskriminasi yang
dilakukan oleh pemerintahnya, persoalan Rohingya di Myanmar menjadi tantangan
pembuktian kredibilitas ASEAN. Sebagai organisasi regional kawasan Asia
Tenggara, ASEAN memiliki urgensi besar dan berperan dalam penyelesaian konflik
Rohingya. Namun, penyelesaian di bawah mekanisme ASEAN ini masih memiliki
beberapa hambatan, misalnya prinsip non-intervensi yang dipegang oleh ASEAN dan
negara anggotanya. Prinsip non-intervensi ini melarang negara anggota ASEAN
untuk mengintervensi permasalahan domestik suatu negara. Dalam penelitian ini,
pembahasan mengenai intervensi mengarah pada intervensi politik. Di satu sisi,
adanya prinsip non-intervensi memberikan kelonggaran dan kebebasan bagi negara
untuk mengatur penyelenggaraan negara. Negara mendapatkan kewenangan penuh atas
pengaturan dalam negerinya tanpa khawatir akan adanya campur tangan dari negara
lain. Namun, di sisi lain, prinsip ini menjadikan ASEAN kurang dapat memiliki
kewenangan untuk memberikan mekanisme-mekanisme tertentu dalam beberapa kasus.
Beberapa
negara ASEAN seperti Indonesia dan Malaysia, sebagai negara dengan mayoritas
penduduk muslim, turut memberikan tekanan kepada Myanmar. Indonesia misalnya,
melalui menteri luar negerinya, Indonesia mendorong Myanmar untuk memberikan
status legal terhadap etnis Rohingya. Peran actor negara anggota ASEAN ini pun,
menjadi hal yang dilematis bagi mereka. Meskipun, keperluan untuk
mengintervensi kasus Rohingya ini menjadi kebutuhan besar bagi penyelesaian
konflik. Namun, beberapa negara anggota ASEAN yang masih mempunyai permasalahan
yang sama, terkait dengan penghormatan hak asasi manusia dan diskriminasi, juga
merasa khawatir ketika permasalahan seperti ini menjadi pengecualian bagi
penerapan prinsip nonintervensi sehingga muncul ke khawatiran akan adanya
intervensi di negaranya. ASEAN memberikan peringatan atas penolakan pemerintah
Myanmar untuk memberi status legal terhadap Rohingya. ASEAN beranggapan bahwa
dengan ditolaknya pengakuan tersebut dikhawatirkan akan memperburuk ketegangan
inter-komunal dan memperluas tindak kekerasan. Hal di atas merupakan salah satu
contoh keterlibatan ASEAN dalam kasus ini. Peran ASEAN dianggap masih
terhambat, karena di level ASEAN, konflik ini masih diidentifikasi sebagai
urusan dalam negeri Myanmar, sehingga intervensi dari ASEAN maupun negara
anggota justru akan mencederai prinsip non-intervensi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar