Nama :Lamtinur Citra Lestari Sitanggang
NIM :1302045129
Dilema Prinsip
non-Intervensi Dalam ASEAN Way Terhadap
Upaya Penyelesaian Konflik di Kawasan ASEAN
ASEAN adalah
singkatan dari “Association Of South East Asian Nations” yang berarti
Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara. ASEAN merupakan organisasi regional
(kawasan) yang dibentuk oleh pemerintahan lima Negara pendiri utama di kawasan
Asia Tenggara yaitu Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura dan Thailand
dengan penandatanganan Deklarasi ASEAN atau sering juga disebut Deklarasi
Bangkok oleh kelima menteri luar negeri masing-masing Negara tersebut pada
tanggal 8 Agustus 1967 di Bangkok ibukota Thailand. Tanggal itu juga
diperingati sebagai hari lahirnya ASEAN. ( ASEAN selayang pandang 1992 hlm 2)
Keanggotaan ASEAN
terbuka bagi Negara Asia Tenggara lainnya dengan syarat bahwa Negara calon
anggota dapat menyetujui dasar-dasar dan tujuan organisasi ASEAN seperti yang
tercantum dalam Deklarasi Bangkok. Di samping itu perlu adanya kesepakatan oleh
semua anggota ASEAN mengenai kenanggotaan baru. Sesuai dengan ketentuan
tersebut di atas, Brunai Darussalam secara resmi diterima menjadi anggota ASEAN yang keenam pada tanggal 7 Januari
1984, dalam sidang khusus menteri-menteri luar negeri ASEAN di Jakarta.
Kemudian menyusul secara berturut-turut negara-negara Asia Tenggara lainnya
yaitu : Vietnam, Laos, Myanmar dan Kamboja secara berturut-turut tahun 1995,
1997 dan 1999. Jadi kini ASEAN telah beranggotakan 10 negara di kawasan Asia
Tenggara.
Untuk mempererat
keanggotaan ASEAN dan menghindari konflik, maka asean mamiliki agenda pertemuan
tinggkat tinggi oleh para kepala negara dimana dalam pertemuan ini berbagai
masalah politik internasional yang
mempengaruhi ASEAN dibahas. ASEAN kemudian untuk pertama kalinya menyelanggaran
Konfrensi Tingkat Tinggi pada tahun 1976 di Bali, Indonesia. Hasil dari KTT
tersebut berupa Dokumen Treaty of Amity
and Cooperation (TAC) yang kemudian dikenal sebagai ASEAN WAY dan Dokumen
ASEAN Concord. Dalam TAC ditetapkan
prinsip-prinsip dasar yang diterima sebagai norma atau cara ASEAN yang terdiri
dari:
1. Mutual
respect for the independence,sovereignty, equality,teritorial integrity and
national identity by the following fundamental Principles
2. The
right of every state to lead its national existence free from external
interference, subersive or coercion
3. Non-interverence
in internal affairs of one another,
4. Settlement
of differences or disputes by peaceful means
5. Renunciation
of the threat or use of force
6. Effective
cooperation among themselves.
Dengan adanya ASEAN Way dalam organisasi regional Asia Tengara,
diharapkan mampu menjaga kondisi damai di kawasan. Namun hal yang perlu diketahui
adalah bahwa wilayah Asia Tenggara merupakan wilayah yang sarat akan konflik.
Namun ASEAN tidak dapat mengintervensi pelanggaran-pelanggaran yang terdapat
atau yang terjadi di dalam organisasi
ini, misalnya pelanggaran HAM yang dilakukan oleh para anggota-anggotanya,
karena ASEAN belum meninggalkan prinsip
non intervensi sebagai prinsip dasarnya. Prinsip non intervensi yang selama ini
dijunjung tinggi telah banyak memberi kontribusi terhadap eksistensi ASEAN.
Pada tingkat yang paling dasar, prinsip ini merupakan wujud nyata penghormatan
terhadap kedaulatan masing-masing negara anggota. Hal ini amat penting,
mengingat sejarah menjelang pembentukan ASEAN yang diwarnai sejumlah konflik antar
negara.
Di satu sisi, ASEAN Way cukup berhasi dalam mewujudkan kondisi damai
di kawasan Asia Tenggara hal ini dapat dilihat dari menurunnya intensitas
perang di kawasan Asia Tenggara dari waktu ke waktu. Namun disisi lain, ASEAN
Way tidak cukup mampu untuk menyelesaikan
berbagai konflik di ASEAN, konflik internal
misalnya. Poin ASEAN Way yang menyatakan
bahwa tidak ada intervensi dalam menangani masalah internal masing-masing
negara membuat tidak banyak hal yang bisa dilakukan ASEAN jika terjadi konflik
internal dalam suatu negara. Salah satu contohnya adalah konflik separatisme
Moro di Filippina, kasus disintegrasi Timor-Timor dari Indonesia. ASEAN sebagai
organisasi yang menaungi negara-negara ini, seharusnya dapat berpartisipasi
dalam penyelesaian masalah namun, bahkan ketika konflik internal yang awalnya
bersifat politis berubah menjadi konflik yang bersifat SARA dan memakan banyak
korban sipil, prinsip non intervensi menjadi batu sandungan bagi negara anggota
ASEAN lainnya yangg ingin membantu penyelesaian Konflik.
Sumber dan
referensi
1.
Sekretariat
Nasional ASEAN Departemen Luar Negeri Republik Indonesia, ASEAN Selayang
Pandang, Jakarta, 1992
2.
Dokumen TAC dan ASEAN Concord Bali 1
Tidak ada komentar:
Posting Komentar