Nama : Arnold
Roberto
NIM : 130204511
ASEAN adalah singkatan dari Association
of shouteast Asia Nations atau dalam bahasa indonesia disebut dengan
perhi,punan bangsa-bangsa Asia Tenggara, merupakan organisasi regional yang
terdiri dari negara-negara di Asia Tenggara, tujuan didirikannya ASEAN adalah
untuk meningkatkan ekonomi, kemajuan sosial, dan juga untuk memajukan
perdamaian di tingkat regionalnya.
Beberapa prinsip atau norma utama ASEAN
yang dikenal sebagai ASEAN Way yang dapat dikatakan sebagai bentuk cara ASEAN
dalam menanggapi dan menanggulangi permasalahan regional yang ada di wilayah
ASEAN adalah:
- Menghormati kemerdekaan, kedaulatan,
kesamaan, integritas wilayah nasional, dan identitas
nasional tiap negaranya
- Menentang penggunaan kekerasan dan
mngutamakan solusi damai
- Hak untuk setiap negara untuk memimpin
kehadiran nasional bebas daripada campur
tangan, subversif atau koersi pihak luar.
-
Menyelesaikan Perbedaan atau perdebatan dengan jalan damai
-
Kerjasama efektif antar anggota
- Tidak mencampuri urusan dalam negeri
sesama negara anggota
Terkait dengan norma di atas saya
tertarik dengan Prinsip Non-intervensi atau Prinsip tidak mencampuri urusan
dalam negri sesama negara anggota, karena ASEAN adalah organisasi yang menganut prinsip Non-Intervensi. Tak dielakkan lagi prinsip
non-intervensi yang selama ini dijunjung tinggi sudah
banyak memberi kontribusi pada
ASEAN. Prinsip ini merupakan wujud penghormatan terhadap
kedaulatan masing-masing negara anggota. Namun dengan adanya prinsip tersebut membuat adanya
ketidak pedulian antar negara dalam menyelesaikan konflik-konflik yang terjadi
di negara tetangga.
Dalam proses perjalanannya, sudah
ada banyak
perbaikan yang dilakukan oleh ASEAN dalam menerapan ASEAN
Way ini, dilihat dari berbagai kritikan yang sangsi akan
keefektifan ASEAN Way dalam menyelesaikan konflik, atau
setidaknya menghindari lahirnya konflik. Banyak pihak yang pesimis akan
keberhasilan ASEAN Way, menurut saya hal ini dikarenakan
pandangan bahwa ASEAN Way hanya sebuah kumpulan norma dan prinsip, tidak
dibekukan menjadi sebuah hukum regional yang memiliki legitimasi untuk mengatur
tindakan negara secara tegas. Penyempurnaan dilakukan
awalnya dari proposal Thailand mengenai Flexible Engagement di
tahun 1998 merupakan bentuk pembicaraan yang dilakukan oleh negara anggota
ASEAN untuk membicarakan tentang masalah domestik serta kebijakan didalam
negeri, tanpa ada maksud untuk mengintervensi negara satu sama lain.
Fleksibelitas hubungan yang terjadi diantara anggota
ASEAN harus senantiasa bisa mempertahankaan
hubungan dan melindungi intervensi pihak asing yang dapat mempengaruhi dinamika
hubungan negara-negara ASEAN (Haacke, 1999: 584). Sependapat dengan pernyataan
Haacke, banyak pengamat menilai keberhasilan ASEAN sejauh ini harus dengan
tegas membuat ‘jarak aman’ antara kemandirian regional dari intervensi asing.
Permasalahan yang kemudian muncul adalah akibat dari globalisasi yang membuat
batas pembeda antara isu domestik dan isu internasional begitu kabur. Santika
menyatakan bahwa isu semacam Hak asasi manusia dan demokrasi mungkin terjadi
dalam tingkat domestik negara, namun hal ini telah menjadi salah satu konsen
isu low politic bagi semua negara. Keadaan ini membuat
prinsip non-intervensi dari ASEAN Way menjadi sebuah bentuk yang
bersifat ambigu tersendiri. Menurut Santika, dalam situasi ini penerapan prinsip
non intervensi secara tegas mulai menjadi tidak relevan. Prinsip ini harus
diartikan menjadi cara yang lebih fleksibel. Pernyataan Menlu Thailand Surin
Pitsuwan dalam artikel Ramcharan (2000:75) juga agaknya senada dengan pandangan
Santika, bahwa prinsip ASEAN mengenai non-intervensi perlu diganti dengan
intervensi yang konstruktif. Dalam artian, perlu adanya intervensi ketika
terjadi permasalahan di suatu negara yang berpotensi mengancam kestabilan
regional.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar