ASEAN WAY
Nama : Farah
Astrinika Winadya
NIM : 1202045070
Hub. Internasional di Asia Tenggara
Seperti yang kita
ketahui ASEAN (Association Southeast Asia Nation) merupakan sebuah kelompok
para negara-negara yang terdapat di kawasan Asia Tenggara. Negara-negara tersebut
bersatu dan membuat kelompok atas dasar merasa satu rumpun, satu nasib, dan
satu derajat. Kelompok ini ada untuk memajukan perekonomian negara anggota
ASEAN tersebut. Dalam hal ini jelas ASEAN hanya mengurusi masalah ekonomi dan
menemukan cara untuk meningkatkan perekonomian.
Dalam
ASEAN tersebut terdapat ASEAN Way, ASEAN Way berisi cara-cara ASEAN dalam
menanggapi dan menanggulangi permasalahan yang ada. Secara sederhana Asean Way
juga merupakan suatu pembentukan identitas bagi negara-negara Asia Tenggara di
tengah maraknya dominasi negara Barat dan negara maju. ASEAN Way dapat menjadi suatu pedoman bagi
negara Asia Tenggara khususnya untuk bertindak atau dalam menyelesaikan
masalah. Beberapa karakteristik
dari konsep ASEAN Way antara lain adalah penghormatan
terhadap kedaulatan masing-masing negara anggotanya dengan tidak melakukan
interensi terhadap masalah internal negara lain, mengusahakan resolusi konflik
dengan cara-cara damai serta tidak menggunakan ancaman kekerasan. Metode yang
digunakan dalam manajemen konflik melalui konsep ASEAN Way umumnya didasarkan pada musyawarah
atau konsensus. Hal ini untuk mencegah pihak-pihak yang memiliki pengaruh besar
untuk bertindak sewenang-wenang.
Isi
dari ASEAN Way itu sendiri, yaitu:
1. Consensual
decision
2. Informal
consultation
3. Respect
of sovereignity
4. Non-interference
5. Renunciation
of the treat or use of force
Disini
saya akan membahas tentang ‘Renunciation
of the treat or use of force’ dimana jika ada dua negara yang sedang
berselisih untuk menyelesaikan masalah dengan cara yang damai dan tidak memakai
ancaman kekerasan. Maka kedua negara akan membicarakann masalah tersebut tanpa
campur tangan / interferensi dari negara lain.
Contohnya
adalah kasus Indonesia dan Malaysia tentang perebutan pulau Sipadan dan
Ligitan. Awal mula kedua pulau tersebut memang milik Indonesia tapi dua pulau
tersebut lepas pengawasan dari Indonesia, dapat dikatakan pulau tersebut minim
infrastruktur dan tidak terlalu diperhatikan oleh Indonesia. Hingga pada
akhirnya Malaysia datang dan membangun segala infrastruktur dan memberikan
segala kebutuhan yang dibutuhkan oleh para penduduk. Yang pada akhirnya Sipadan
dan Ligitan lebih dekat kepada Malaysia daripada Indonesia sendiri.
Secara
fakta maka Sipadan dan Ligitan dimiliki oleh Malaysia, karena selain membangun
infrastruktur mereka juga memberikan kemajuan-kemajuan kepada kedua pulau
tersebut. Namun kemudian Indonesia melihat Malaysia membangun wilayahnya, maka
Indonesia dan Malaysia pun terlibat konflik. Dimana dalam konflik ini hanya ada
dua negara saja dan tidak boleh ada negara lain yang ikut campur, sesuai dengan
aturan yang berlaku di ASEAN. Setelah itu kedua negara pun tidak boleh
menyelesaikan konflik ini dengan memulai konflik baru, sebisa mungkin
menggunakan jalan damai dan tidak mengandung kekerasan / memperlihatkan
kekuatan kepada negara lain agar disegani.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar