Nama :
Hellen Adeline
Nim :
0902045165
Berdirinya ASEAN sebagai
sebuah lembaga yang mewadahi segala aktifitas dan kepentingan negara-negara
Asia Tenggara dinilai sebagai suatu hal yang luar biasa mengingat proses awal
pembentukannya dan latar belakangnya yang juga penuh dinamika. Sebagai salah
satu organisasi regional di negara berkembang, ASEAN merupakan salah satunya
yang paling sukses dalam menjaga stabilitas dan perdamaian kawasan selama
beberapa dekade. Hal ini tidak lepas dari tujuan pembentukannya, kepentingan
yang melatar belakangi berdirinya ASEAN, dinamik yang terjadi didalamnya
termasuk perubahan pada beberapa hal, serta prinsip yang dianutnya hingga mampu
mewujudkan kawasan yang cenderung stabil, berkembang secara signifikan dalam bidang
ekonomi, serta toleransi sosial dan kultural yang cukup baik dalam
masyarakatnya. ASEAN Way pada dasarnya memiliki empat prinsip utama yaitu
prinsip non-intervensi dalam urusan domestik negara anggota lainnya, diplomasi
‘diam’, tidak digunakannya kekuatan militer, serta pembuatan keputusan melalui
konsensus (Katsumata, 2003:106).
ASEAN Way cenderung lebih
mengdepankan prinsip non-intervensi dalam urusan domestik negara yang memiliki
ambiguitas dan menimbulkan perdebatan antara penstudi karena interpretasi yang
berbeda. Pemberlakuan prinsip ini menurut para pengamat karena didasarkan pada
apa yang tertera pada Piagam PBB meskipun seharusnya implementasinya lebih
fleksibel seperti yang pernah diajukan oleh Thailand namun mendapat penentangan
dari anggota lainnya. Prinsip non-intervensi dan lainnya dalam ASEAN Way tetap
bertahan karena negara-negara anggota ASEAN memiliki kekhawatiran akan
kedaulatan negara karena sejarah masa lalu yang hampir semuanya merupakan
negara bekas jajahan serta kebijakan mereka yang mengutamakan mempertahankan
stabilitas domestik karena kekhawatiran akan isu keamanan domestik (Katsumata,
2003:111). Prinsip ASEAN Way yang diterapkan oleh ASEAN ini memiliki relevansi
dengan hubungan internasional karena pada dasarnya setiap negara haruslah
menghormati kedaulatan negara lainnya serta intervensi memang bukan tindakan
yang seharusnya dilakukan. Selain itu, prinsip yang dipertahankan ini juga
telah mampu menjaga stabilitas kawasan dan menyatukan negara-negara ASEAN dalam
waktu yang cukup lama. Diplomasi ‘diam’ atau quiet diplomacy yang diterapkan
merupakan implementasi yang relevan dalam hubungan internasional karena
negara-negara dalam melakukan relasi seharusnya menggunakan cara-cara damai
seperti diplomasi dan negosiasi.
Penerapan prinsip yang ada
memang didorong oleh beberapa faktor yang terkait dengan sejarah masa lalu dan
karena sebagian besar krisis insekuriti yang terjadi di kawasan terjadi karena
adanya faktor dari luar. Selain itu, penerapannya juga dikarenakan beberapa
negara masih lemah secara sosial dan politik sehingga isu domestik menjadi isu
keamanan utama. Menjaga stabilitas domestik menjadi prioritas tertinggi dalam
agenda politik sebagian besar negara dimana intervensi yang dilakukan akan
mengganggu proses perkembangan yang terjadi. Hal yang harus dilakukan oleh
generasi penerus adalah menjaga dan meningkatkan stabilitas domestik secara
politik dan sosial sehingga kedepannya interpretasi akan prinsip ASEAN Way
tidak hanya dikaitkan pada isu non-intervensi namun dapat lebih maju menuju ke
arah flexible engagement seperti yang diusulkan oleh Thailand.
Dari penjelasan diatas
dapat disimpulkan bahwa selain dibentuk dengan membawa kepentingan politik dan
keamanan, berakhirnya Perang Dingin telah memperluas kepentingan yang dibawa ke
dalam ASEAN seperti isu ekonomi, lingkungan, dan isu-isu non-tradisional
lainnya. Berbagai perjanjian terkait isu-isu tersebut tidak dapat dilakukan
jika deklarasi tidak ditransformasi menjadi sebuah piagam yang menjadi ASEAN
sebagai organisasi berlandaskan hukum sehingga meminta komitmen pada setiap
negara yang tergabung didalamnya. Hal ini termasuk dalam persetujuan akan
prinsip ASEAN Way yang dianut oleh negara-negara kawasan dimana didalamnya
terdapat empat prinsip utama namun lebih mengutamakan prinsip non-intervensi.
Penerapan prinsip non-intervensi ini dikarenakan trauma akan sejarah masa lalu
sebagai bekas negara jajahan serta sebagian besar negara yang masih berusaha
mewujudkan stabilitas domestik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar