Nama : L. IDELIA KARTIKA SARI
NIM : 1302045075 / HI B
Negara – negara ASEAN mulai
membicarakan isu – isu yang lebih mengglobal didalam perbincangan yang terbuka
antar anggota. Perubahan ini memicu perubahan norma tradisional ASEAN yang dari
awalnya hanya beranggotakan 5 negara awal pendiri ASEAN dimana norma tradisional
yang dimaksud diatas bermaksud bahwa tidak adanya intervensi antar negara ASEAN
didalam masalah dalam negeri yang dialami oleh masing – masing negara ASEAN.
ASEAN
adalah kerjasama regional yang dapat menjadi sebuah pemicu permasalahan baru
untuk mengatur setiap negara anggotanya. ASEAN
Way berperan pada dasarnya memuat
norma-norma yang mengatur segala tindakan setiap aktor negara. Non-intervensi
yang mengatur ASEAN untu tidak ikut campur dalam permasalahan internal di kawasan
Asia Tenggara dalam menghindari konflik yang mengancam keamanan.
ASEAN Way mendorong negara –
negara di kawasan asia tenggara untuk mencari cara untuk bekerja sama secara
maksimal dengan cara dialog serta konsultasi. Proposal dari Thailand untuk
“Flexible Engagement” di tahun 1998 merupakan terobosan baru untuk perubahan
cara diplomasi di ASEAN. Flexible engagement yang dimaksud diatas adalah
perbincangan yang dilakukan oleh negara – negara anggota ASEAN untuk
membicarakan tentang masalah – masalah domestik serta kebijakan didalam negeri
negara anggota ASEAN tanpa ada maksud untuk mengintervensi negara satu sama
lain. Proposal dari Thailand tersebut awalnya tidak diterima oleh negara –
negara anggota ASEAN, kecuali Filipina, karena menganggap proposal tersebut
sebagai pelanggaran intervensi isu domestik suatu negara.
Dalam ASEAN Way ada metode manajemen konflik
didasarkan pada musyawarah yang menghasilkan
deklarasi isu keamanan, yaitu Zone
of Peace Freedom and Neutrality (ZOPFAN). ASEAN Way juga diterapkan ketika terjadi konflik
di wilayah Indochina yang melibatkan Kamboja serta Vietnam tahun 1978, dimana
Vietnam yang mengambil alih pemerintahan kamboja dengan menggulingkan rezim Pol
Pot dan dianggap telah melanggar prinsip non-intervensi.
Bagi para konstruktifis,
diplomasi regional pada Asia Tenggara telah dipengaruhi oleh pergeseran
normatif pada tingkat global yang lebih cenderung memperhatikan hubungan antara
prisip non intervensi dan norma-norma hak asasi manusia serta demokrasi. Saat
ini, batas antara isu domestik dan internasional berangsur-angsur menjadi kabur
dan tidak jelas. Banyak isu domestik yang mulai memiliki dimensi eksternal
seperti isu-isu mengenai norma hak asasi manusia dan demokaris. Didalam situasi
ini, penerapan prinsip non intervensi secara tegas mulai menjadi tidak relevan
lagi. Prinsip ini di artikan menjadi cara yang lebih fleksibel lagi. Secara
tidak langsung dikatakan bahwa prinsip non intervensi tidak lagi dianggap
penting, sedangkan norma mengenai hak asasi manusia serta demokrasi menjadi
penting.
Diplomasi ASEAN telah berubah,
ada dua pendekatan yang berbeda, yang pertama adalah para konvensinalis /
rasionalis, menyatakan bahwa perubahan disebabkan oleh percobaan ASEAN dalam
menyelesaikan tantangan-tantangan baru dengan cara yang efisien. Tantangan-tantangan
baru yaitu permasalahan lingkungan hidup, ekonomi, dan isu hubungan sosial
membutuhkan respon multilateral yang efisien, oleh sebab itu negara-negara
ASEAN telah membahas ini dengan cara terbuka. Perubahan diplomasi didalam ASEAN
terjadi pada akhir tahun 1990an dikarenakan negara-negara ASEAN dihadapkan
dengan dua masalah besar diakhir tahun 1990an, yaitu krisis ekonomi global
serta permasalahan asap polusi yang disebabkan oleh kebakaran hutan. Penanganan
yang efisien terhadap tantangan-tantangan ini membutuhkan pencapaian tujuan
yang bersifat kolektif, dimana kemungkinannya adalah menyangkut pembicaraan
mengenai isu-isu domestik setiap negara. Perubahan diplomasi ini diprakarsai
oleh Thailand yang menjadi salah satu korban krisis ekonomi yang parah serta
berbatasan langsung dengan Myanmar serta Kamboja.
Pendekatan konvensional /
rasionalis memiliki beberapa keterbatasan. Perilaku negara-negara ASEAN telah
melampaui ranah politik praktis. Mereka telah melakukan pembicara terbuka yang
tidak membutuhkan respon internasional yang efisien seperti yang terkait dengan
hak asasi manusia serta demokrasi. Dilain pihak, penjelasan para konstruktifis
mengatakan bahwa diplomasi ASEAN telah dipengaruhi oleh pergeseran normatif
secara global. Dikancah global saat ini, nilai pentingnya prinsip non
intervensi menurun, sedangkan norma mengenai hak asasi manusia serta demokrasi
meningkat. Terinspirasi dari pergeseran normatif ini, Thailand serta Filipina
menyarankan untuk memodifikasi pengertian prinsip non intervensi. Para pembuat
kebijakan di negara-negara ini mendukung nilai-nilai kebebasan didalam hak
asasi manusia dan demokrasi, serta sangat terinspirasi oleh pergeseran normatif
ditingkat global. Sebaliknya, banyak negara-negara ASEAN yang pasif mengenai
promosi nilai-nilai kebebasan, dan tidak ingin mengubah diplomasi.
Pemikiran rasionalis sangat
diperlukan untuk menyelesaikan isu – isu tersebut karena mementingkan keputusan
bersama dari negara – negara ASEAN untuk menyelesaikan isunya tanpa
mengintervensi isu domestik dari masing – masing negara.
Banyak
sekali perbaikan yang dilakukan pihak ASEAN dalam penerapan ASEAN Way. Kebanyakan pesimis
akan keberhasilan ASEAN Way, menurut saya dikarenakan bahwa ASEAN Way hanya sebuah kumpulan norma
dan prinsip bukan menjadi sebuah hukum regional yang memiliki legitimasi untuk
mengatur tindakan negara secara tegas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar