Rabu, 06 Januari 2016

L. Idelia Kartika Sari - 1302045075- Tugas Asean Way


Nama  : L. IDELIA KARTIKA SARI
NIM    : 1302045075 / HI B



Negara – negara ASEAN mulai membicarakan isu – isu yang lebih mengglobal didalam perbincangan yang terbuka antar anggota. Perubahan ini memicu perubahan norma tradisional ASEAN yang dari awalnya hanya beranggotakan 5 negara awal pendiri ASEAN dimana norma tradisional yang dimaksud diatas bermaksud bahwa tidak adanya intervensi antar negara ASEAN didalam masalah dalam negeri yang dialami oleh masing – masing negara ASEAN. 


ASEAN adalah kerjasama regional yang dapat menjadi sebuah pemicu permasalahan baru untuk mengatur setiap negara anggotanya. ASEAN Way berperan pada dasarnya memuat norma-norma yang mengatur segala tindakan setiap aktor negara. Non-intervensi yang mengatur ASEAN untu tidak ikut campur dalam permasalahan internal di kawasan Asia Tenggara dalam menghindari konflik yang mengancam keamanan.


ASEAN Way mendorong negara – negara di kawasan asia tenggara untuk mencari cara untuk bekerja sama secara maksimal dengan cara dialog serta konsultasi. Proposal dari Thailand untuk “Flexible Engagement” di tahun 1998 merupakan terobosan baru untuk perubahan cara diplomasi di ASEAN. Flexible engagement yang dimaksud diatas adalah perbincangan yang dilakukan oleh negara – negara anggota ASEAN untuk membicarakan tentang masalah – masalah domestik serta kebijakan didalam negeri negara anggota ASEAN tanpa ada maksud untuk mengintervensi negara satu sama lain. Proposal dari Thailand tersebut awalnya tidak diterima oleh negara – negara anggota ASEAN, kecuali Filipina, karena menganggap proposal tersebut sebagai pelanggaran intervensi isu domestik suatu negara.


Dalam ASEAN Way ada metode manajemen konflik didasarkan pada musyawarah yang menghasilkan deklarasi isu keamanan, yaitu Zone of Peace Freedom and Neutrality (ZOPFAN). ASEAN Way juga diterapkan ketika terjadi konflik di wilayah Indochina yang melibatkan Kamboja serta Vietnam tahun 1978, dimana Vietnam yang mengambil alih pemerintahan kamboja dengan menggulingkan rezim Pol Pot dan dianggap telah melanggar prinsip non-intervensi. 


Bagi para konstruktifis, diplomasi regional pada Asia Tenggara telah dipengaruhi oleh pergeseran normatif pada tingkat global yang lebih cenderung memperhatikan hubungan antara prisip non intervensi dan norma-norma hak asasi manusia serta demokrasi. Saat ini, batas antara isu domestik dan internasional berangsur-angsur menjadi kabur dan tidak jelas. Banyak isu domestik yang mulai memiliki dimensi eksternal seperti isu-isu mengenai norma hak asasi manusia dan demokaris. Didalam situasi ini, penerapan prinsip non intervensi secara tegas mulai menjadi tidak relevan lagi. Prinsip ini di artikan menjadi cara yang lebih fleksibel lagi. Secara tidak langsung dikatakan bahwa prinsip non intervensi tidak lagi dianggap penting, sedangkan norma mengenai hak asasi manusia serta demokrasi menjadi penting.


Diplomasi ASEAN telah berubah, ada dua pendekatan yang berbeda, yang pertama adalah para konvensinalis / rasionalis, menyatakan bahwa perubahan disebabkan oleh percobaan ASEAN dalam menyelesaikan tantangan-tantangan baru dengan cara yang efisien. Tantangan-tantangan baru yaitu permasalahan lingkungan hidup, ekonomi, dan isu hubungan sosial membutuhkan respon multilateral yang efisien, oleh sebab itu negara-negara ASEAN telah membahas ini dengan cara terbuka. Perubahan diplomasi didalam ASEAN terjadi pada akhir tahun 1990an dikarenakan negara-negara ASEAN dihadapkan dengan dua masalah besar diakhir tahun 1990an, yaitu krisis ekonomi global serta permasalahan asap polusi yang disebabkan oleh kebakaran hutan. Penanganan yang efisien terhadap tantangan-tantangan ini membutuhkan pencapaian tujuan yang bersifat kolektif, dimana kemungkinannya adalah menyangkut pembicaraan mengenai isu-isu domestik setiap negara. Perubahan diplomasi ini diprakarsai oleh Thailand yang menjadi salah satu korban krisis ekonomi yang parah serta berbatasan langsung dengan Myanmar serta Kamboja.
Pendekatan konvensional / rasionalis memiliki beberapa keterbatasan. Perilaku negara-negara ASEAN telah melampaui ranah politik praktis. Mereka telah melakukan pembicara terbuka yang tidak membutuhkan respon internasional yang efisien seperti yang terkait dengan hak asasi manusia serta demokrasi. Dilain pihak, penjelasan para konstruktifis mengatakan bahwa diplomasi ASEAN telah dipengaruhi oleh pergeseran normatif secara global. Dikancah global saat ini, nilai pentingnya prinsip non intervensi menurun, sedangkan norma mengenai hak asasi manusia serta demokrasi meningkat. Terinspirasi dari pergeseran normatif ini, Thailand serta Filipina menyarankan untuk memodifikasi pengertian prinsip non intervensi. Para pembuat kebijakan di negara-negara ini mendukung nilai-nilai kebebasan didalam hak asasi manusia dan demokrasi, serta sangat terinspirasi oleh pergeseran normatif ditingkat global. Sebaliknya, banyak negara-negara ASEAN yang pasif mengenai promosi nilai-nilai kebebasan, dan tidak ingin mengubah diplomasi.


Pemikiran rasionalis sangat diperlukan untuk menyelesaikan isu – isu tersebut karena mementingkan keputusan bersama dari negara – negara ASEAN untuk menyelesaikan isunya tanpa mengintervensi isu domestik dari masing – masing negara.
Banyak sekali perbaikan yang dilakukan pihak ASEAN dalam penerapan ASEAN Way. Kebanyakan pesimis akan keberhasilan ASEAN Way, menurut saya dikarenakan bahwa ASEAN Way hanya sebuah kumpulan norma dan prinsip bukan menjadi sebuah hukum regional yang memiliki legitimasi untuk mengatur tindakan negara secara tegas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar