Nama : Risky Diana Priastari
Nim :1302045087
ASEAN WAY
NON – INTERFERENCE
Prinsip non-intervensi merupakan prinsip yang secara
universal diterima dalam hukum internasional. Prinsip tersebut dijamin oleh
Piagam PBB yang menyebutkan tidak adanya campur tangan (non-interference) dalam
urusan domestik negara yang berdaulat. Prinsip non-intervensi merupakan prinsip
fundamental dalam mengadakan hubungan internasional dewasa ini. Khususnya di
kawasan Asia Tenggara prinsip ini sangat dijunjung tinggi mengingat sejarah
pembentukannya pada saat sedang terjadinya Perang Dingin. Seiring dengan
berjalannya waktu penerapan prinsip non-intervensi yang terlalu kaku kerap di
kritik oleh dunia internasional. Akhirnya mendorong munculnya gagasan untuk
melakukan pelembutan terhadap prinsip tersebut, dengan konsep alternatif
seperti constructive intervention, flexible engagement, atau enhanced interaction. Berbagai teori,
dokumen-dokumen ASEAN serta kasus-kasus yang terjadi akan dibahas untuk
menjelaskan prinsip non-intervensi dalam perspektif ASEAN dan berbagai macam
permasalahan yang timbul dalam pelaksanaannya.
Prinsip non intervensi ini
menyatakan bahwa ASEAN termasuk anggota-anggotanya tidak boleh melakukan
intervensi terhadap masalah internal yang dihadapi oleh salah satu negara
anggota. Secara
garis besar, non-Intervensi merupakan suatu prinsip di dalam hubungan
internasional dimana suatu negara tidak diperbolehkan untuk mengintervensi
atau mencampuri segala urusan atau pun permasalahan dalam negeriyang berkaitan
dengan yurisdiksi lokal negara lain. Prinsip tersebut diterapkan oleh
organisasi kawasan Asia Tenggara The
Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) dalam menyelasaikan
permasalahan atau konflik yang terjadi pada negaraanggotanya. ASEAN menganggap
prinsip non-Intervensi merupakan satu-satunya alat hukum untuk melindungi diri
dan mempertahankan kemerdekaan serta menjauhkan diri dari keterikatan pada masa
perang dingin.
Tetapi seiring perkembangan jaman
prinsip yang memberikan suatu wujud nyata penghormatan terhadap kedaulatan
masing-masing negara anggota itu dipertanyakan fungsi dan kekuatannya. Apakah
prinsip non-intervensi masih tetap dipertahankan oleh ASEAN sebagai suatu
prinsip fundamental atau sudah dikesampibgkan? Mengingat banyaknya
kejadian-kejadian di beberapa negara anggota yang telah melanggar HAM dan
genocide, terjadi perdebatan antara naggota internal ASEAN masalah pengaruh
prinsip fundamental dalam kehidupan berorganisasi dan mencapai cita-cita ASEAN,
serta beralihnya prinsip fundamental dalam kehidupan berorganisasi dan mencapai
cita-cita ASEAN, serta beralihnya prinsip non-intervensi menjadi hambatan
perkembangan ASEAN
ASEAN sebagai organisasi kawasan di Asia Tenggara
memberi banyak harapan bagi terjalinnya hubungan internasional di kawasan yang semakin
stabil. Diawal pembentukannya, ASEAN dengan prinsip non-intervensinya yang
mengatur negara anggota untuk tidak ikut campur dalam kondisi domestik negara
lainnya, telah menunjukkan keberhasilannya dalam menciptakan kestabilan
kawasan. Bagi banyak negara anggota ASEAN, ide penerapan prinsip nonintervensi
ini memiliki dua tujuan utama. Pertama, menjadi mekanisme penting dalam menjaga
kekuatan dominan dalam konteks perang dingin antara Amerika Serikat dan Uni
Soviet. Kedua, sebagai jaminan keamanan, kedaulatan dan kebebasan dalam
berhubungan dengan negara tetangga. Namun, dalam perkembangannya, prinsip
non-intervensi yang diterapkan kaku oleh ASEAN justru mendapat banyak kritikan
karena ketidakmampuan ASEAN dalam menangani kasus-kasus seperti pelanggaran HAM
yang secara langsung akan memengaruhi stabilitas dan keamanan kawasan.
Akhir-akhir ini, ASEAN telah banyaak menuai kritik
tentang pelanggaran prinsip-prinsip di dalam ASEAN yang biasa disebut “Asean
Way”. Para ilmuwan juga menyatakan bahwa ASEAN sendiri telah melanggar prinsip
yang dianggap “suci” yaitu, prinsip non-intervensi yang kemudian menimbulkan
banyak pertanyaan mengenai keaslian dari “Asean Way”. Bahkan dalam beberapa
tahun terakhir, ASEAN kemudian mendapat tanggapan negatif dalam pemikiran masyarakat
yang berkaitan dengan peristiwa-peristiwa di dunia. Namun, Perdana Menteri
Singapura Goh Chok Tong menyatakan dalam pidatonya tentang revitalisasi ASEAN.
Dia menyatakan bahwa sekarang saatnya untuk lebih dekat dengan ASEAN, tentang bukan
hanya potensinya di kawasan Asia Tenggara, namun juga dalam hal keunikannya
yang ditunjukkan dalam manajemen konflik yang mungkin dapat diaplikasikan untuk
masyarakat internasional secara luas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar