Nama
: Puput Melati
Nim : 1302045133
Kelas : HI Reg B
ASEAN
WAY
" Regional
Conflict Resolution"
ASEAN
(Association South East Asia Nations) merupakan organisasi regional di kawasan
Asia Tenggara yang memiliki norma tersendiri. Sebagaimana layaknya sebuah
organisasi, maka norma yang dibuat harus dipatuhi oleh anggotanya. Norma yang
dibuat oleh organisasi regional Asia Tenggara ini disebut dengan ASEAN Way.
Disebut demikian karena ASEAN memiliki caranya tersendiri dalam menangani
permasalahan-permasalahan regional yang dihadapinya. ASEAN Way berisi prinsip
non-interfensi, non penggunaan angkatan bersenjata, mengejar otonomi regional,
serta menghindari collective defense .Sejak awal berdirinya, prinsip
non-intervensi telah diterapkan oleh anggota ASEAN. Konsep dari prinsip ini
adalah tentang persamaan kedaulatan yang dimiliki tiap negara tanpa terkecuali.
Prinsip non-intervensi ini ditujukan sebagai alat dalam pertahanan nasional,
bukan regional. Sehingga, ASEAN memberikan ruang bagi setiap anggotanya untuk
menyelesaikan permasalahan domestiknya dengan caranya sendiri. Prinsip dari
non-intervensi ini tercermin dalam dokumen ASEAN, Deklarasi Bangkok yang
mengindikasikan adanya keinginan terhadap kerjasama regional dengan tetap
menghormati prinsip-prinsip yang ada pada piagam PBB.
Pada
tahun 1971 ASEAN menyatakan diri sebagai wilayah damai, bebas, dan
netral/ZOPFAN (The Zone of Peace, Freedom, and Neutrality). Freedom dalam
ZOPFAN juga dimaksudkan sebagai kebebasan yang berhak diperoleh oleh setiap
anggota untuk tidak diinterfensi mengenai permasalahan domestik mereka.
Interfensi disini bisa diartikan dalam hal kemerdekaan atau independensi serta
integritas negara itu sendiri. Prinsip non-interfensi ini didasari oleh
pengalaman pahit saat masa penjajahan. Maka dengan demikian, konsep ZOPFAN
mengakui hak dari setiap negara, baik kecil ataupun besar, untuk memimpin
eksistensi nasionalnya yang bebas dari intervensi luar terhadap isu-isu
domestik. Karena dikhawatirkan interfensi ini akan mengganggu kebebasan,
kemerdekaan dan integritas ASEAN menginginkan netralitas di regionalnya. Seiring
dengan berjalannya waktu, penerapan prinsip non-intervensi ini dianggap terlalu
kaku sehingga kerap dikritik oleh dunia internasional. Pada akhirnya muncul
gagasan untuk melakukan pelembutan terhadap prinsip tersebut, yakni dengan
konsep alternatif seperti constructive intervention, flexible engagement, atau
enhanced interaction. Konsep alternative ini merupakan adaptasi dari
kejadian-kejadian yang menimbulkan dilemma dalam menerapkan prinsip
non-intervensi ini. Seperti misalnya ketika terjadi perselisihan yang terjadi
dekat dengan batas teritorial, negara-negara yang berbatasan langsung dengan
wilayah konflik ini tidak dapat berbuat apa-apa karena takut dianggap melanggar
prinsip non-intervensi. Seperti yang terjadi pada saat Myanmar ingin menjadi
anggota ASEAN. Myanmar yang merupakan negara dengan junta militernya tentu
memiliki banyak pelanggaran Hak Asasi Manusia disana. Akan tetapi, negara-negara
anggota ASEAN lainnya tidak mampu berbuat banyak untuk mengurangi pelanggaran
Hak Asasi Manusia di Myanmar karena adanya prinsip non-interfensi. Hal ini
menjadikan Thailand, yang berbatasan langsung secara darat dengan Myanmar,
menjadi khawatir akan terjadi ketidakstabilan di negaranya. Sehingga Thailand
hanya bisa melakukan kebijakan constructive engagement terhadap rezim the State
Peace and Development (SPDC) di Yangon, Myanmar pada 1992 yang akhirnya gagal
dan Myanmar masuk menjadi anggota ASEAN Selain itu, ketika terjadi kasus
pembakaran hutan di Indonesia di tahun 1997 yang mengusik Malaysia dan
Singapura, kejadian ini telah memberikan dampak hingga ke Singapura, Malaysia,
Brunei, Thailand hingga selatan Filipina. Negara-negara tersebut terkena “kabut
asap” dari hutan yang terbakar di Indonesia. Oleh karena itu, semakin lama,
pelaksanaan ASEAN Way semakin dipertanyakan, khususnya prinsip non-interfensi
yang dirasa menyulitkan negara lain.
Akhirnya
Thailand mencoba mengajukan proposal yang dikenal dengan flexible engagement
pada 1998 untuk mengatasi permasalahan konsep non-i ntervensi ini. Flexible
engagement adalah perbincangan antar seluruh anggota ASEAN mengenai
permasalahan serta kebijakan domestik tanpa bermaksud untuk mengintervensi.
Penerapan prinsip non-interfensi dalam ASEAN Way dirasa Thailand sudah tidak
relevan lagi. Namun keberlangsungan ASEAN Way masih diperdebatkan hingga
sekarang mengingat keefektifitasannya yang sudah berulang kali dipertanyakan
oleh anggota maupun internasional, sehingga negara-negara anggota ASEAN harus
mampu meratifikasi ASEAN Way sesuai dengan tuntutan zaman.
Dalam
tulisan ini, penulis berpendapat bahwa konsepsi non-intervensi masih diperlukan
dalam organisasi regional, bahkan internasional sekalipun. Menilik dari sudut
pandang realis, bahwa setiap negara memiliki kedaulatannya masing-masing yang
tidak dapat dicampuri begitu saja oleh negara lain. Walaupun konsepsi ini kaku,
namun akan lebih baik jika konsep ini diturunkan lagi menjadi premis-premis
yang mengatur segala tindakan yang berhubungan dengan “turut serta”
permasalahan domestik negara lain. Ketika suatu negara memiliki permasalahan
domestik, dan permasalahan itu tidak mengganggu stabilitas kawasan, maka
biarkanlah negara tersebut menyelesaikan permasalahannya. Namun, ketika
permasalahan tersebut telah mengancam stabilitas negara lain, maka sudah
sewajarnya ada tindakan dari luar untuk menyelesaikan masalah tersebut. Tetapi,
bukan dengan tindakan frontal (ex: agresi militer, dll), melainkan mengupayakan
jalur diplomasi.
Yang
terpenting dalam konteks intervensi ini adalah penghormatan terhadap privasi.
Ada negara yang tidak ingin diusik privasinya dalam menangani negaranya oleh
negara lain, dan ada pula yang justru meminta negara lain untuk masuk ke
negaranya demi menyelesaikan konflik yang sedang terjadi. Memang muncul
anggapan dengan adanya non-intervensi tersebut, ada kurang kepercayaan antar
satu sama lain anggota. Namun, privasi adalah hal yang memang dimiliki tiap
orang atau dalam hal ini Negara dan patut untuk dihormati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar